Judul : Pure and Virgin
Media : Cat minyak diatas kanvas
Ukuran : 120x100 cm
Tahun : 2025
Puisi, Sastra, Lagu, Ilustrasi & Artikel Sejarah Karya Hendri Mustofa
Akan nyaris tanpa kicau burung selain hanya hujan hujan berkepanjangan. Kabut
seperti tak pernah
sedingin ini dimusim
musim yang ditinggalkan.
begitu sepi dan benarlah
apabila terkenang hari
akibat pengaruh suatu kejadian. Namun terlahir
sepi dapat karena anak ditinggal bapaknya selamanya
dalam kerinduan. Mereka kan diam tak tertawai tidak juga menentang jika benar
faham keras kehidupan. Memilih bersembunyi bersandar dibelakang dinding tangisi ironi drama
pertunjukan kenyataan. Semoga lebih dewasa
walau jalan dewasa harus lalui bermacam
kesedihan. Saat dilepas untuk menyusurnya dan jangan berfikir temui lagi kasih sayang pula
kepedulian. Bahkan semenggigil tubuh diserang hujan akan tiada
sebodoh manusiapun kan
datang memayungimu. Biarpun hingga tergeletak menunggu mati hanya jadikan tontonan sesaat lalu melupakanmu. Bahwasanya perjalanan menghabiskan usia amatlah dingin sekaligus menyesakkan. Ada hari dimana hidup tak
butuhkan lagi teori pemikiranmu atau juga
mimpi yang diharapkan. Akan tanpa guna lagi
sebanyak pun kesombongan serta sekecilpun rencana rencana. Maka saat itu
tepatlah merenungi
bahwa kita memang
bukanlah apa apa
Karya: Hendri Mustofa (2015)
Pengarang: Hendri Mustofa (S.A.Z)
Aransemen Musik: Hendri Mustofa
Performa: Hendri Mustofa
Indahnya bisa saling menghargai. Kita tak perlu terus mengedepankan pandangan kita. Indahnya bisa saling menghormati. Kita tak perlu menunggu orang untuk lebih dulu menyapa. Indahnya bisa saling memahami. Kita tak perlu mewajibkan tiap orang mengerti kemauan kita. Indahnya bisa saling berbagi. Ya,,kita tetap bisa memberi sekalipun tak punya apa apa.
Karya: Hendri Mustofa (2016)
Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Ronda kunang kunang bekalnya senter menarik. Capung lelah dibalik daun istirahat berbaring. Kalau nekad terbang hari ini bisa kena jebakan jaring. Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Back song pengiring supaya mata waspada dan tetap mendelik. Pastinya malam serasa panjang sekaligus menegangkan. Pilih siap lari atau siap diterkam dalam kegelapan. Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Puaskanlah bernyanyi sebelum tubuh habis tercabik. Sudah dimulai tanda serangan serta terror didunia liarmu itu. Ada juga monster yang lidahnya menjulur sepanjang badan yang dengan cepat menangkapmu.
Karya: Hendri Mustofa (2017)
Bulan belum purnama yang sebentar lagi terbit.
Yang bias nya cukup lembut menyentuh mata.
Suatu ketika akan terobati beberapa rasa sakit.
Bilapun tak begitu juga tidaklah mengapa.
Hitungan menit beristirahatlah lampu pijar langit.
Awan akan merona merah wajah manisnya.
Tempo hari dimasa depan, buah manis akan mengganti rasa pahit.
Jikapun tak begitu juga tidaklah kenapa.
Karya: Hendri Mustofa (2017)
Dimana Bimasakti sedang tepat diatas kita. Layaknya jembatan panjang dari selatan ke utara. Layar subuh dengan rintik bintang jatuh. Udaranya damai dibawah langit nan teduh. Daun daun hitam dalam kebasahan. Sebelum pedang horizon digoreskan. Masih berkerling mata dari Betelgeuse. Juga sinar kemerahan Antares di Rasi Scorpius. Sampaikan kekaguman ini dalam khidmat pagi tenang. Dari tulisan yang terangkai sebagai Syair Bintang.
Karya: Hendri Mustofa (2019)
Di sentra malam..
Kirana ber-Tiara lingkar Pelangi. Sinarnya dingin namun nafasnya sepi. Bergaun bulu Kristal awan Sirrus. Dikawal sang Jupiter pula Saturnus.
Di sentra malam..
Kirana bermata memancar mencerahi. Tubuhnya bercahaya tapi wajahnya sunyi. Berjalan di karpet biru bertabur permata bintang. Sebelum Kerajaan Langitnya sirna pasca pagi menjelang.
Karya: Hendri Mustofa (2020)
Kereta waktu melaju ke penghujung perjalanan. Berulang melewati siang malam dengan berbagai kejadian.
Banyak sudah kesaksian mu tentang hidup dari bermacam Ketentuan. Mengenai kelahiran, pertumbuhan, atau pun juga kematian.
Wahai Sang Cahaya diluar pembatas dinding ini..
Sepertinya Sinar Mu sulit hangatkan kulit ku lagi. Tolong ambil aku keluar sebentar untuk bernafas. Sesaknya kegelapan sering memukul jantungku terlalu keras.
Angin angin lembut.. jiwa raga sesungguhnya merindukan sentuhanmu.
Namun karat karat ini terbiar menebal menyelimuti tubuhku.
Didalam ruang pengap dimana hanya pertikaian yang terjadi. Permusuhan panjang antara hati & fikiranku sendiri. Sehingga angkut lah aku yang tak bisa berlama lama menanti. Betapa aku berharap secepatnya terbenam bersama Matahari.
Karya: Hendri Mustofa (2020)
Beringin tua didalam sangkar kaca. Diatasnya pintu tengah gerbang semesta. Aditya berlayar kelilingi angkasa. Dan candra menyelam pada manzilahnya. Bagai kinara dan kinari memainkan rindu. Berkejaran mengitari pohon kalpataru. Kejora dipelukan fajar dan senja meniduri panjerina. Siria nan cemerlang memimpin pasukan bintang. Tsurayya pagi mengabari duka segera menghilang. Dan waktu yang memisah dengan sekat sekat. Serta kamar tirai dimensi yang berlipat lipat.. Paku gunung gunung tertancap mengukuhkan alam ini. Rajanya mahameru dan berdirinya begitu tinggi. Sumber air memancar sebagaimana tirta amarta diujung dunia. Demikianlah cara sanubari kisahkan setitik pengetahuan Jagad Raya.
Karya: Hendri Mustofa (2020)
juga suara suarapun mulai mengecil dan kemudian terhenti. senja telah menelan nyaris segala yang tampak disini. lalu dia mengerubuti dunia dengan kelambu hitam. mengusaikan kerja matahari yang sinarnya tak pernah kelam. jika kita menganggap rumah manusia bukanlah ditempat ini,. maka kesemua yang disekelilingmu kan terasa asing semakin tak dimengerti. aku pun tak tahu kenapa laba laba itu terus diam sejak beberapa hari. apakah yang difikiranya mungkin rencana yang pula tak dimengerti. kemudian bisingnya dunia tergantikan oleh nyanyian nyanyian para serangga. tetapi untuk apa mereka menyanyi serta buat apa? keheningan yang membangkitkan pertanyaan ditiap diri manusia. mengapa harus mencari bila nyatanya tak sanggup menemukannya? berkisahlah hai angin apabila engkau hendak bercerita. jemari yang menulis inipun kesulitan mengetahui siapa pembisiknya. sama halnya dengan langkah kaki yang berjalan tanpa mengenali pesuruhnya. kumerasa sesuatu telah memprogramku sehingga bergerak sesuai programnya. dan kelabu kelabu senja yang berkuasa namun hampir ditumbangkan malam.. mungkinkah dengan kepasrahan segalanya kan membuat kita merasa tenteram..
Karya: Hendri Mustofa (2014)
disinilah Surga kecil setelah terlempar jatuh kepada bumi, yang bawa serta seberapa bahagia meski tak tertahan abadi. yang ajari hati rangkaikan syair untuk bernyanyi mensyukuri. dan yang lahirkan pemimpin pembebas terang dari gelapnya dunia ini. disinilah secuil Taman Eden tersisa peninggal satu history fantasy. yang memotivasi mimpi menjadikan suatu tekad realitas. yang menyamarkan duniawi melalui hakikat relativitas, yang perkenalkan cinta sama diantara baur bermacam ras. dan yang persatukan jiwa untuk robohkan benteng fana pembatas. disinilah terletak promised land yang lama kalian cari. tapi haruskah dengan darah saudaramu untuk kalian musti membayarnya? apakah dari sengal tangis bocah dirampas hak nya itu doa mu untuk bisa menemukannya? maka andai serakah telah kuasai hati dan nirwana yang kau bela,, akan ingkar lah harapan tiada seperti janji harapan sebelumnya. disana enggan semilir angin perubahan kan kembali menyaji sejuk, selain hanya memperbesar kemarahan badai yang mengamuk tercambuk. dan apakah manusia sepenuhnya sengaja menantang kuasa daripada Tuhannya? seolah kita Dewa terpantas menduduki Singgasana Raja Yang Sempurna.
Karya: Hendri Mustofa (2013)
mudah untukmu menjadi sebait puisi cinta, berbanding terbalik ketika awalku dalam menuliskannya. setenang hati seakan seberkas emas bias cemara pagi, berlawanan gejolak otak bak terjajah perang merindui damai mimpi. bukan sebab bulan semirip namamu sehingga terlalu asyik kala ku melukiskannya, tapi tampilan 15 nya sebenar benar telah terangi gelapnya jiwa. seberapa tahun sudah keberadaan cahaya itu disini bahkan sampai hingga ku terlupa, atau seberapa persis rasa diri merasaimu bahkan hingga kadang tertimbul luka. tapi salah bila indera matamu memandang sudut sebatas untuk sepengetahuan saja. masih bertumpuk cerita mengenaimu tanpa pernah habis begitu pula tanpa pernah tersangka. maka telah jauh sudah perjalanan ini sepasca lewati bergantinya masa.. tapi didadaku tetap membawamu sampai disini sehingga selalu berdetak beda. dan tenanglah sebagaimana sabar ini tak terbatas menamatkan akhir daripada cerita, setenang gunung oranye pelipur lara penghias melengkapi senja. biarlah akan seperti apa skenario takdir ketika Dia mengisahkannya, sedang kita sekedar sebagai pelaku Yang Dijalankan untuk memerankannya.
Karya: Hendri Mustofa (2013)
Puisi pun turun dari cahaya keemasan pagi. Yang mulai menyentuh ujung cemara lalu merasuki hati. Menjadikan sesuatu hingga hal kecil pun seakan berarti. Membuat kita mendengar polosnya jiwa sebelum kembali dicemari. Tetap bertahanlah,,dunia meski kian bertambah tua. Seperti semangat sinar yang enggan padam dari badan sang surya. Entah kan ada apa berikutnya disini atau tanah diseberang sana. Tragedi tragedi pun bermunculan menjamur menggatalkan dunia. Tapi jangan permasalahkan mereka yang gugur dimedan tempurnya. Jangan pula persoalkan mereka yang persatu tumbang didaratan Mina. Lihat saja wajahmu kecermin menilai dirimu telah seperti apa. Apakah didalam itu berdiri sosok orang bersih tanpa punya setitikpun noda?
Karya: Hendri Mustofa (2015)
Hidup maju melaju tapi mati terhitung mundur. Sebebaspun terbang kupu kupu kesemuanya sudah Diatur. Waktu mengangkut menjauh untuk mendekati akhir. Dan waktu melambat dipenantian namun kepagian hadirkan takdir. Bumi tak muat bila tampung semua hidup dan ambisi manusia. Maka ditanamlah masa berdurasi penghenti rasa tidak puasnya. Siapa tumbang,berarti ada siapa yang tumbuh berkembang. Siapa datang,berarti ada siapa yang jauh hengkang. Pergiliran seolah menyakitkan seolah pula berat diterima. Itu karena sungguhnya kita bingung ikhlas itu bagaimana.
Karya: Hendri Mustofa (2015)
Tetapi kejauhan apabila menjangkaunya. Tanpa arah penuntun,tanpa tersedia tangga. Remang akibat redup bias sinarnya. Pandang mata pun sukar pastikan jalannya. Pagi masih datang disaat kuingin pergi. Menghilang tak temui lagi dirinya sendiri. Mulai bosan padahal lainnya ingin abadi. Merasa sendirian ditengah ramai dunia ini. Entah kemana saja sang penolong itu. Setidaknya datang tawakan tersandung terjatuhku. Disini nyaris membangkai lemah terkaparku. Kering mulai rapuh sebelum hancur menjadi debu.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Pilih hisap asap rokok ketimbang menghirup pagi. Terbiasa makan pahit maka yang manis tak berarti. Sang waktu intai mengiring kemanapun pergi. Tapi tak mau menunggu saat ku capek sejenak berhenti. Sial,mereka bersemangat lari mengadukanku ke Tuhan. Ceritakan salah ini padahal bukan itu awalku meniatkan. Hanya sekedar habiskan usia pun bisa semenyebalkan ini? Berjalan Dirintang duri hanya untuk bertemu mati. Point ku nol barangkali minus jumlahnya. Lalu bagaimana diakhirat mempertanggung jawabkannya? Selasa kemarin masih memohon hidupku dimanjakan. Kini ditiap sujud,diri sendiri enggan lagi kudoakan.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Jejak ceker ayam dibecek muka jalan. Orasi kambing nuntut jatah makan ke tuan. Seekor menulari seekor jadi ributlah sekandang. Satu kandang tulari kandang lain dan sekampung ramai diserang. Batal terjangan nyamuk dihalau luncuran hujan. Pinjal riang melompat ,korban meriang kegatalan. Dipohon pete ngiar tongeret berdendang kencang. Dan bau busuk bunga bangkai muncul bila datang petang.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Apabila hati tersentuh,tunduklah anggota badannya. Tak harus dengan pandainya ceramah lengkap dalilnya. Tak harus dengan diiming gemilang masa depan atau harta. Apabila hati tersentuh,setialah ia mengikuti. Yang tak musti bisa kalian ganggu gugat lagi. Yang tak musti berhasil dipengaruh pengaruh lagi.
Apabila hati tersentuh,menjadi butalah ia sekaligus tuli. Sehingga mau memberi cinta sukarela tanpa terbagi dan tanpa syarat lagi. Sekalipun kau menawar dengan jiwa,raga dan semua uangmu untuk membeli.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Didepan berlalu lalang siluet tengah mendekat. Pusing keliling kepala perlahan kian memberat. Membuat marah dan imbasnya berbalik menganiaya diri. Kapan hal memuakkan itu lelah tiba tiba mau berhenti? Selintas selintas samar wajah membangkit terkuburnya trauma. Sepintas sekilas bayang mengusik menjelma kedunia nyata. Bedebah! aku masih terlalu munafik bilamana menampiknya. Tapi jika terus berlanjut,aku bisa saja mati muda.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Tadi guntur diutara bersaing gerinda listrik. Hiphop dikayu lapuk,sepasang gelatik. Pegang palu dipukul,telat bunyinya. Sebab tukang batu berada jauh jaraknya. Saatnya keluar,hujannya berhenti. Kaget maskernya Dewi waktu pergi ke kali. Sore sudah,sabit kubawa diteriaki piaraan saya. Terpeleset peleset manjat pohon gapai daunnya. Walet habis main terbang pulang ke rumah. ''Selamat tidur matahari'',senyumku ramah.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Ini akan sedikit menyesakkan:
Mungkin sekaranglah setepat tepat waktu untuk
ku berdiam memulai
pejamkan mata.
Bahwasanya sebesarpun
pengharapan harus
dibuang agar terlepas ikat tali
pengekangnya. Jangan
pernah kau berfikir
rencanakan bertemu
jangan pula berfikir
rencanakan untuk
kembali. Pergilah
untuk selamanya dan berharaplah takdir tak
satukan kita didunia tidak
pula diakhirat nanti. Sedang tahukah tentang
beningnya nya rasa pemberian ku untukmu
yang lebih jernih dibanding permata dibumi? Bukannya kan kau bayar mahal kecewa seseorang bersama cintanya
bersama harapannya dan
bersama bahagianya yang menjauh terusir pergi.. Mungkin inilah
setepat tepatnya waktu
untuk mengambil nafas sepanjang panjangnya. Sebagian hati kelelahan membela mu disaat sebagian lain masih keras memperdebatkanya. Banyak sudah kesedihan
sampai sampai sedih
merupakan
kesenangan dimasa
lalu dan kesenangan bagi
masa depannya. Bahkan dia inginkan hal yang lebih
sulit lagi menimpa biar lengkaplah semua koleksi kelamnya. Maka
tinggalkan aku yang begitu menyayangimu,di
gelap sendirian dan untuk selama lamanya. Aku tak ingin ada
manusia lain menyaingi
getirnya jalanku menghabiskan tersisanya usia.
karya: Hendri Mustofa (2014)
Migrasi kupu kupu kuning menuju selatan. Lewati kawanan capung dibelakang halaman. Terbang tengkek biru sepadu langit biru. Diterang siang sebelum mendung hitam beradu. Ngiar ngiar serangga pergantian musim. Ngiang ngiang pengeras menyeru para muslim. Dilembah perbukitan ini semoga berkah selalu tiba. Menggembirakan setiap insan yang masih sakit hatinya.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Dihati kecil umatmu tengah merindukanmu. Yang kian tak terarah dan langkahnya ragu. Dunia butuh surya agar merona wajahnya. Anak kecilpun ingin dituntun supaya benar jalannya. Diketakutan,mereka menanti diberi merdeka. Dikelelahan,mereka mencoba memandang surga. Dalam kalbu sungguhnya masih sisa secuil harapan. Tapi sebagian orang mulai sangsi kapan doanya terkabulkan. Kemanakah umatmu mencari sebaik imam untuk dirinya? Yang mampu selamatkan kala terseret tenggelam dalam airmata.
karya: Hendri Mustofa (2015)
ilustrasi & imajinasi: Hendri Mustofa
Dihari ketika segala bising sanggup diredam. Jadilah sepi sebagai penghormatan munculnya malam. Tinggal suara derik serangga saja sisanya. Juga protes protes hati dimana kian jelas teriaknya. Ditengah berbaring mengabaikan beban beban. terpejamlah sebentar bila lampu kamar dipadamkan. Lalu gandenglah aku masuki lorong menuju mimpi. Sebab disini banyak harapan namun ku gagal bernegosiasi. Barangkali semua itu hanya mampu didapat disana. Di jauh terlelapku acuhkan rayu serta janji dunia.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Kecerahannya menyusut menjadi kemerahan. Awan turut ikut pula berubah kemerahan. Satunya segera pergi lalui punggung pegunungan. Lainnya kan terpencar mengecil dan sirna dikeheningan. Dingin udara senja kian terasa kehadirannya. Gaduh dipemukiman terhenti sebab sunyi menelannya. Disana seorang menunduk lama perangi diri sendiri. Berfikir keras seolah kepalanya tak mampu disangga lagi. Dan banyak yang tak dia tahu tanpa juga diberi tahu. Kecuali rasai tubuhnya hancur sekecil butir butir mesiu.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Bukankah silih pergantian hari itu kelewat cepat? Sejumlah hal tertinggal namun berbalik sudah tak sempat. Surya pun tertelan gunung secara bulat bulat. Menyisakan sesal dimana makin jelas terlihat. Mungkin malam nanti terhias sedikit pijar bintang saja. Setelah berlalu pengeras surau menguasa bentang senja. Tetapi angkut doa para penyujud itu kelangit,hai malaikat,. Tenangkan agar mereka tak takut arungi hidup yang berat.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Bermain dan tawa riang anak anak dibawah senja. Pipinya memerah bermata sebening permata. Pantang menyerah pula tak kenal trauma. Memburu fantasi bersama kepolosan hatinya. Saling membicarakan tentang sayap sayap imaji nya. Dan terbanglah mereka kelangit mengunjungi surga. Ayo cepat sebelum kalian kehabisan waktu. Jika pulang malam maka ibu akan menjewermu.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Karena dalam hari masih didapatilah malam, Dimana kadang keadaannya amat begitu hitam. Karena didalam hati masih ditemuilah muram, Dimana mereka bersemayam dibagian ruang ruang kelam. Sengsara tiada kan membunuhmu sebelum jadwal kematian sampai waktunya. Maka kekalahan pun berlanjut sebelum menang sampai agenda masanya. Dengan tanpa pelindung dan hujanpun kan seteganya melumur lepaskan kebasahan. Walau jatuh berlari tersandung dan niscaya tetap tubuhmu menggigil kehujanan. Disertailah petir sehingga peluang selamatmu hanyalah dengan mengucap doa doa. Biarpun kadang jawaban akhir doa itu bersimpang sesuaian dengan harap keinginan kita. Setidaknya masih terselip hikmah sekalipun lebur kesedihan kepiluan dalam kehancuran. Dan jangan sekalipun hentikan langkah sebab tugasmu hanya cukup dengan berjalan.. Bahwasanya sekejam kejamnya dunia namun hidup harus tetap dilanjutkan.
karya: Hendri Mustofa (2015)
Mulai mengecil dan berkurangnlah bising sore ini. Berjalan pergi mengikuti turunnya matahari. Sayangnya soal lain justru kian merayap naik. Membentuk dilema membuat tak kunjung membaik. Malam segera hadir lalu kembali penjarakanku. Maka dimulailah kesakitan karena diganggui ingatanku. Apabila terhantui beribu janji tanpa sanggup kutepati. Yang mencekik serta mengotori diri sendiri. Dan kegelapan,dimana sesaat lagi engkau pun datang.. Berilah sedikit lega biarpun pria ini hanyalah bedebah jalang.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Dimana detik melaju maju tapi umur mundur jalannya. Yang menolongmu adalah Siapa Yang Menjadikanmu ada. Tiga sekat masa memisah tiap daripada ruangannya. Yaitu hari esok,sekarang dan hari yang ditinggalnya. Siapa pembisik untuk berontak lari terobos batas itu? Dan ajarimu protes namun hanya banyak membuang waktu,. Tunduklah sebagai ungkapan tubuh simbol penyerahan. Tegar meresapi persatu siksa dengan penuh kesabaran. Tak perlu mengiris nadi bak pecundang yang takut melanjutkan. Buktikan tahanmu hingga semut merah habis menguraikan. Takdir sudah Ditulis dan Tuhan Tak Perlu Meralatnya. Tuntaskan petualangan ini sampai selesai seluruh durasinya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Masih ada setengah hari surya membantu terangi dunia. Membuatmu lanjutkan pencarian sehingga menemukannya. Sebelum duri kian runcing menghambat. Sebelum semua makin jauh terlambat. Silau sayap tengkek biru mengepaki pagi. Diantara kawanan kupu kupu kuning ditinggi tanah ini. Andai jika kalian dengar doaku akankah sudi mengangkutnya.. Tapi cepatlah keatas sebelum sakit ini tambah akut saja. Masih ada separuh hari jalanan di sinari matahari. Perlihatkan batu penyebabku tersandung dan jatuh tanpa arti. Sehingga kemudian aku diharuskan segera mencongkelnya. Namun dengan besar hati juga aku musti memaafkannya.
karya: Hendri Mustofa
Dimana gitar yang dirangkulnya bercerita lewat petikan jari. Bahasa tak dimengerti dan aku tak paksa mereka mengerti. Bahkan sudah terdengar nada nada samar sebelum memulainya. Kemudian kami mengikuti dan makin jauh mengikutinya. Ada bisik rendah mengajari sebelum suara itu berhenti. Diatas lembar kertas,pucuk pena mewakili rasa hati. Memainkan bersamaan sebagai lagu yang dinyanyikan. Kadang tak sampai ketelinga mereka saking sebegitunya pelan. Namun buat apa kulakukan tindakan bodoh seperti ini? Akupun tak mengerti dan tak paksa seorangpun untuk mengerti.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Menyongsong kian rendahnya suara pertengahan malam. Ijinkan ku mendekat dengan lentera dalam genggam. Dimana sinarnya meredup seakan nyaris padam. Diombang ambing angin bersiluetkan mimik berwajah seram. Tuhan,maafkan aku berkali lagi,lagi dan lagi. Kala langkah goyah diatas jalanan hitam ini. Hati terlalu terpengaruh oleh segenap kerisauannya. Dalam menapaki duri duri runcing penyebab perihnya luka. Benarkah tujuan itu masih sebegitu jauh letaknya? Seakan keraguanku berkata mustahil untuk mencapainya. Tetapi kuatkan dengan Memberi KekuatanMu sedikit saja. Meneruskan hingga perjalanan ini berhasil temui jawabannya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Menyongsong kian rendahnya suara pertengahan malam. Ijinkan ku mendekat dengan lentera dalam genggam. Dimana sinarnya meredup seakan nyaris padam. Diombang ambing angin bersiluetkan mimik berwajah seram. Tuhan,maafkan aku berkali lagi,lagi dan lagi. Kala langkah goyah diatas jalanan hitam ini. Hati terlalu terpengaruh oleh segenap kerisauannya. Dalam menapaki duri duri runcing penyebab perihnya luka. Benarkah tujuan itu masih sebegitu jauh letaknya? Seakan keraguanku berkata mustahil untuk mencapainya. Tetapi kuatkan dengan Memberi KekuatanMu sedikit saja. Meneruskan hingga perjalanan ini berhasil temui jawabannya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Ranting ranting kering dilahap nyala api. Setidaknya hangatnya sedikit mempengaruhi. Asapnya menari merangkak keluar disela genting. Menuju ketempat tinggi melayang terombang ambing. Mendekat ke bulan pasca purnama. Diluar sana kamu tak kan sendiri untuk bercerita. Dan asap rokok yang juga ingin kau ajak pergi. Rangkullah menjauh setelah terhisap dalam merasuki dada ini. Sebagian yang aku rasa ikut terbawa kesana. Ke lokasi yang jauh sehingga tak seorangpun mengetahuinya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Dia menunda keluh dan lelah itu sampai merasa benar benar tak sanggup lagi. Sekiranya dia berfikir didalam waktu setidaknya terselip beberapa kesempatan lagi. Soal kemungkinan kemungkinan dan salah satu sebab itulah sehingga ia bertahan. Mungkin dari bergulirnya waktu terselip pula satu atau dua atau beberapa kali harapan. Jiwa raga letih itu masih urungkan putus asa sebelum dibatas ujung jalan. Barangkali dia masih merasa kemenangan kan menjumpainya diakhir akhir perjuangan.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Lampu lampu jalan terhalang kabut membentang. Disetengah jam sebelum tengah malam datang. Bisik bisik hati semakin keras menjelas. Bayang malang mulai mengusik berkilas bebas. Menyendiri bertaruh dan bertarung dengan dirinya sendiri. Dia bosan bertanya tentang pertanyaan pertanyaannya lagi. Waktu seperti lintasan yang dilewati oleh lingkaran zaman. Kami hidup dimuka roda sehingga begitu kerap dipusingkan. Kadang dia cepat melesat hingga terjatuh keras. Kadang dia naik terangkat atau meluncur turun dan tergilas.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Pasti sudah ada jatahnya sendiri sendiri. Entah kapan waktunya dan entah dimana tempatnya. Tidak menemukan didunia maka coba menanti diakhirat nanti. Setiap upaya akan ada hasilnya sekalipun cuma sedikit saja. Barangkali masih ada kesempatan menemukannya disini. Jikapun kesempatan itu tak ada,kita masih diberi kekuatan berbesar hati.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Selalu diselip detik detik untuk memperbaiki. Serumit soal setidaknya mengandung secuil solusi. Bilapun beban kian memberat seiring berlalu hari, Selemah pundak memikul,semoga Dia Bantu Mengangkat Pasti. Angin sejuk mungkin saja akan datang menyegarkan. Menunda untuk tidak memikirkan kalimat keputus asaan. Andai segala harap memang tiada pernah tiba., Setidaknya dihidup ini kita tidak menyerah ditakhlukkan dunia. Dalam diri manusia kecil Dibekali kebesaran jiwa. Mungkin itulah penyebab kesabaran menjadi tiada batasnya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Sekiranya dijauh masa sebelumnya aku sudah fikirkan hal ini. Tentang kemana tempatku menghilang mengasingkan diri. Mereka semua orang orang yang baik untuk diri mereka. Dengan kebijaksanaan juga prinsip prinsip yang menitik beratkan untuk keuntungannya. Cuaca putih dalam sedikit muramnya cahaya pagi. Tentunya aku pun terus mencari ruang sekalipun tiada tersedia lagi. Segala ketidak beresan didalam akal akal licik umat manusia. Saya ingin berkelahi menghakimi sendiri setiap tindakan saya. Kami merasa sudah tiada kejujuran lagi yang hinggap disetiap hati. Semuanya suka bermain namun hasil yang didapatnya hanya rasa frustrasi.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Mempengaruhi agar bangkit atau menambah sakitmu terbanting. Ada yang menyentuh lembut tapi ada yang menggandeng untuk terlempar terpelanting. Pilihan begitu banyak dan sekali salah berantakanlah semuanya. Seperti banyaknya kemudahan yang bila sekali lengah,terjerumuslah selamanya. Cobalah sesekali kala diam sendirian untuk menengok sebentar ke hatimu. Ialah sang pengajar kecil dimana sebelumnya bukanlah hal penting bagimu. Dia pula lentera yang menerangi agar langkah tak tersesat. Sesuram apapun cahayanya,tetaplah ia sang pemegang kunci selamat.
karya: Hendri Mustofa (2016)
dibawahMu tersungkur CiptaanMu yang tak mampu bercerita dan yang dibungkam mulutnya. dibawahMu terpenjara makhluk kecil yang ingin saksikan hal namun ditutup kedua matanya. dibawahMu terdapat anak yang telah benar benar bosan dengan segala kekalahannya. DibawahMu adalah penunggu doa yang teramat sangat lelah menunggu gilirannya. Adakah dibawahMu seseorang lain Yang Kau Izinkan sekali saja menolongnya? Walau datangnya itu dengan tebasan pedang demi mempersingkat pesakitannya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Diterjemah kebentuk barisan puisi yang tak bisa kau baca. Tiap aksara mustinya menyerbu hingga iblispun mustahil menghambatnya. Dipenghujung kalut dimana ku mengerti jika kami tak kan selamat lagi. Seribu waktu tambah seribu waktu dimana tiap detiknya mulai berbalik arti. Hidup adalah mengharap yang tidak tiba dan mengejar yang tidak dijumpa. Hidup adalah dipertemukan untuk mencintai orang yang segera tinggalkan kita. Diruang pengap hampa inilah seluruh masa kutukan ingin kuhabiskan. Perangi depressi tiap nol koma sekian denyut jantung ini sendirian. Cerita cinta ribuan hari kini menanti akhir dari sepanjang kisahnya. Nyaris pasti menyebalkannya airmata kan menitik tanpa perlu harus diminta.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Pagi beratap kabut menghalangi agustus. Seluruh daun basah dan kehangatan sulit menembus. Surya susah merambatkan pengaruhnya. Jiwa berat mencairkan kebekuannya. Sial,belum usai kutulis ini sudah berubah keadaannya. Situasi permukaan kembali kepada semula. Kabut pagi pun menghilang dibulan agustus. Seluruh daun berjemur hangat sinar yang menembus. Surya begitu mudah merambatkan pengaruhnya. Dan jiwapun dapat mencairkan kebekuannya.
karya: Hendri Mustofa
Karena sejarah ditulis oleh pihak pemenang peperangan. Segala cara ditempuh,persetan siapa yang dirugikan. Dari ketinggian 500 meter,kado pertama dikirim kepada Hiroshima. 146.000 nyawa dibawah mendapat kejutan hingga leleh lah dagingnya. Pahlawan perang hanyalah sebutan diri sendiri dari diri mereka sendiri. Ingin diagungkan bagai dewa,persetan sejuta manusia karenanya mati. Bangga burung bomber jatuhkan telurnya untuk kedua kali. Menetaskan jamur api yang membakar 80.000 penduduk Nagasaki. Bagi para penggenggam dunia yang menguasainya. Tiada nilai berarti dari seribu atau seratus ribu kaum jelata. Jika mereka ingin menyiksa,tinggal siksa saja. Jika mereka ingin membunuh,tinggal bunuh saja.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Bukan tentang heksagonal sarang lebah juga bentuk batu kristal. Atau horizontal hampar bukit dan jurangnya yang vertikal. Ini tentang kombinasi angka angka hingga membentuk suatu dimensi. Saling silang saling membagi hingga mempunyai suatu arti. Angan angan setinggi langit tapi kemampuan manusia seujung kuku. Walau cahaya melesat cepat tak berarti lebih cepat dari gerak bayangmu. Kepastian ini sebatas kira kira yang kerap berubah ubah ditiap masa. Pembagian,perkalian,pengurangan,penjumlahan ditambah keliru dan lengahnya manusia. Sehingga jika awal hitungannya salah maka beruntun salahlah semua. Mungkin itu yang dinamakan sebagai Rumus Efek Domino Matematika.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Alap alap rentangkan sayap mengitari pagi. Awan baris dengan bentuk bentuk tak kembali. Sesaat redup sesaat bersinar terpaan bola matahari. Sesaat dingin sesaat hangat kabar suasana hati. Bermacam rasa diantara musim demi musim. Bimbang melepas atau biarkan ia tetap bermukim. Tentang cerita tanpa seorang pun tahu kisahnya. Biarkan tersimpan hingga waktu menunjukkannya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Jamur jamur merah untuk pertama dan terakhir kali memandang dunia. Usianya tak cukup untuk nantikan penyelesaian satu soal manusia. Belum lagi serangan peluru peluru hujan pada malam ini. Mulai ragukah kalian bertahan setidaknya sampai esok hari? Semoga malaikat malaikat hendak turun memayungimu. Atau ada yang lebih mereka pentingkan daripada keadaanmu. Isi langit dan bumi tersedia cuma kepada para orang istimewa. Sedang kita hanya sisa terusir yang tak layak menempatinya. Dan yang tidak dibolehkan nyenyak tertidur atau sekedar bermimpi. Dan yang tidak diperkenankan untuk mengenal ataupun jatuh hati. Untung jangkau pandangmu tak sampai kepada Negeri Palestina. Dimana situasinya hanya menambah rasa pedih dimata. Untung kalian muncul dari tanah subur dikelilingi segar udara. Sedang diPalestina semakin kering meski sering disiram darah dan airmata.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Naik sejengkal berada tepat diatas ubun ubun. Tengah hari basah nan dingin duduklah lelaki tertegun. Terlanjur lewat beberapa jam kehadiran sebelum perginya embun. Tersentak hatinya bangun dari buai panjangnya ia melamun. Mulailah membuka satu persatu lembar tersimpan dilaci kenangannya. Telah diambang batas penentu memilih diapakan berkas berkasnya. Sebagian isinya menusuk perih dan sebagian membuat haru berkaca kaca. Kadang dia terpejam menunduk lama atau berlagak saja mengabaikannya. Lalu musim berganti mewariskan ajaran keras fase dewasa. Memahami hingga benar benar mau membakar arsip masa lalunya. Selanjutnya pria itu kembali terbuka dari orang yang mau menghargainya. Selanjutnya pria itu mudah tinggalkan siapa saja yang tak menyetujuinya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Tiba jangka untuk satu dari sepuluh,satu dari seratus atau satu dari seribu orang mengetahui. Datangnya Zaman terbalik Jawa sebelum huru hara besar terjadi. Waktunya bercerita tentang Seni Berdusta dari para pembangun Konspirasi. Yang berdaya merubah Neraka jadi Surga dan Kebohongan menjadi ilmu pasti. Mereka masuk ketempat tempat berpengaruh sebagai kawan namun menyesatkan. Siapa tak tahu akan terbantu sedangkan bagi yang tahu akan menyesakkan. Penentangnya dibalas serang melalui provokasi lalu dikeroyoknya sampai mati. Dan siapa setuju akan aman sementara lalu dijadikan kaki kaki. Mereka menciptakan kepercayaan baru dan menentang keras kamu meyakini Kepercayaanmu. Pula mengajarimu silsilah bahwa dari keluarga Kera lah nenek moyangmu. Mereka adalah yang menggembungkan matahari serta menggeser dunia dari pusatnya. Juga yang membulatkan bumi dan mendustakan ajaran Nabi Nabi mu dari Tuhannya. Beradalah juga bergantunglah kita sekarang didalam kekuatan sihir di Akhir Zaman. Akal manusia terhipnotis tipu daya agar keluar dari Ilmu Yang Ditetapkan. Mau tak mau kita sedang dipertontonkan sandiwara sandiwara diatas panggung dunia. Atau dimainkan layaknya boneka boneka didalam permainan permainan mereka. Pembela kebenaran diberantas namun pernyataan setan dijunjung tinggi. Syariat ditentang oleh aturan aturan yang dibuat lalu dilanggar sendiri. Mungkin dihati kecil masih merasa semakin dekatnya kita dengan suatu Peristiwa Besar. Semoga senantiasa kita waspada serta mau jalani hidup ini dengan sabar.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Malam membungkam suara suara gelak tawa. Bila telah larut,ku ingin dibawa hilang kedalamnya. Semoga ini bukan halnya janji yang sering ku ingkari. Tetapi lebih tentang harapkan jalan berlentera menyinari. Terbatas penglihatan malam namun beraninya kumenilai. Lelah sudah melewati seribu peristiwa untuk bersaksi. Ada kala orang mengenang kegembiraan ditengah sedihnya. Mungkin hanya tiap mereka yang bisa obati sendiri dirinya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Agustus dingin mendekat hampir dipenghujung bulan. Surya tak berkilau,angin dilepas dan awan jatuh kepermukaan. Ingin cermat mendengar nasihat hati yang kerap terabaikan. Mencoba tak percaya indera dalam meniti setapak jalan renungan. Mengitar sepanjang waktu menilik jiwa berharap dipertunjukkan. Disaat pandang ini kabur dihalang dinding tebal keraguan. Agustus hampir hampir menuju hitungan akhir kalendernya. Sepanjang bergulir tahun diantara bergilirnya cuaca. Terdapat sesal kecil yang kadang menambah getar di tubuhnya. Dalam sendiri ia ingin bayangnya sigap merespon kemauannya. Tentang perubahan yang sering diselipkan ketika berjanji. Tentang frustasinya akibat terlanjur memilih untuk mengingkari.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Cuit anak ayam keluar tengok pagi. Bergerombol diladang kabut diperkampungan dingin ini. Basah jalan setapak oleh embun dan sisa hujan kemarin. Burung makin rame berkumpul direrimbunan pohon beringin. Sebentar lagi kian gaduh disusul suara suara lainnya. Kesempatan singkat berfikir jernih sebelum tercemari noda noda. Suasana sederhana yang sebisanya kusempatkan menikmatinya. Justru ada gembira kecil walau mimpi tiada pencapaiannya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Semua orang merasa dirinya spesial dan berbeda. Merasa pandangannya terhadap suatu hal pun berbeda. Merasa brilian sehingga berani utarakan pendapatnya. Merasa mampu sehingga berani menilai orang lainnya. Menganggap dirinya benar dan bila salah,suka membela diri. Meyakini nanti masuk surga dan segala kelirunya tak berarti. Suka merendah dengan tujuan mengagungkan diri biar tampak besar. Manusia juga suka sok bodoh padahal juga belum tentu pintar. Keyakinan manusia bukan ilmu pasti melainkan cuma ngira ngira perasaannya saja. Manusia sebenarnya sama,yakni sama sama merasa tiap dirinya berbeda.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Enam belas tahun lalu dalam kemarau malam sepi. Bocah itu keluar rumah berdiri dibawah Bimasakti. Sang bayu merasuk ditengah penantian panjang. Detik tegang sebelum langit berpesta hujan bintang. Bersiap sesaat setelah merah dan biru cahaya sirna. Sendiri memandang ke ufuk barat mengagumi kejora. Sesaat lupa diri gembira dengan sikap sikap bodohnya. Tapi ayahnya yang sabar tersenyum dipintu membiar ia menikmatinya. Enam belas tahun lalu dan tak lama kebahagiaanpun berbalik. Bocah dungu itu marah begitu frustasi tak kunjung membaik. Pedih tak tersembuhkan persetan semilyar galaksi diberi untuknya. Masih tak percaya bapak itu tak pernah lagi menunggu dia dipintu rumahnya. Anak yang sungguhnya butuh sedikit lebih lama lagi dicintai. Yang rindu dikisahi indah masa depan untuk dilampaui. Tetapi habis sudah masa pria itu menemaninya dibumi. Maka pulanglah tenang kelangit menjadi bintang berpijar abadi.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Diiringi murung suasana pagi berangin. Pohon bambu berputar mendesah menampik serangan dingin. Tetapi awan jatuh itu telah tersingkir menghilang. Tegak mahoni tampak lagi tanpa satu penghalang. Bolak balik arah tiupan dari segala penjuru. Gerimis menerpa mengikutkan rasa rasa beku. Tetapi gerbang mega terdorong kembali terbuka. Cahaya sirami sirrus yang tenang diketinggiannya. Setiap badai bukankah sekedar lewat saja berjalan? Tak singgah lama dengan hanya diam disebuah ruangan. Bukankah hempas masalah itu punya masa berlakunya? Walau ragam cobaan belumlah usai sebelum berhenti detak jantungnya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Diantara bersemi pupus merah daun jambu. Diujungnya aneka ragam organisme tinggal disitu. Kehidupan sudah berjalan selama aku melamun. Baik dan buruk bersanding dimanapun dan kapanpun. Dipucuk daun,titik uap air menggabunginya. Melebar sebagai jagad baru pemukiman mereka. Diseberang dunia ada dunia tanpa sepengetahuan siapapun. Hal nya penduduk yang tak menyangka sedang hidup disetetes embun.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Ditemuilah pagi dengan retakan awan keabuannya. Celahnya diterobos aura cemerlang dari sang surya. Dari belakang rumah berjejer tiga gunung penjaga utara. Gugurlah bunga kopi hilang berserta keharumannya. Semut keluar merayap dari menara istana basahnya. Segala sibuk terjadi untuk dirinya atau untuk bersama. Kicau burung dan obrolan teras mulai jelas suaranya. Baik demi untung pribadi atau demi kepentingan bersama.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Satu dua percakapan pelan mengisi sisi jalanan sepi. Duduk digelap dan tinggal bara rokoknya yang menari. Jika mulutnya diam mungkin orang itu sedang mendengar keluh hati. Jika mulutnya diam mungkin orang itu sedang fikikirkan nasib sendiri. Satu dua percakapan pelan terangkut angin berhembus. Kadang datang tiupan sesak hingga serasa kulit tertembus. Jika nafas memanjang mungkin ingat soal yang belum terurus. Jika mereka batuk mungkin lelah topang beban dengan raganya yang kurus.
karya: Hendri Mustofa
Hidup adalah aku tidak tahu. Perbuatan baik adalah aku tidak tahu. Surga dan Neraka adalah aku tidak tahu. Kebenaran adalah aku tidak tahu. Cinta adalah aku tidak tahu. Sukses adalah aku juga tidak tahu.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Sore sejuk turun menjenguk lalu masuk kedalam fikiran. Kemeriahan telah berbalut lumuran perasaan kesepian. Ada bercak dihati sekalipun tak pernah kumengamati. Ada suntikan bius sementara sebelum kambuh nyerinya lagi. Padang rumput bagi serangga,tapi itu hanya lumut dimata insan. Dikejauhan angsa serak bernyanyi kembali kepeternakan. Semanggi menyebar diladang pamerkan cantik mahkota mungilnya. Sayangnya resah hadir dimusim bermacam bunga merah muda.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Andaipun dalam semesta terdapat sejuta warna. Mata hanya mengenal beberapa yang dapat dilihatnya. Andaipun dalam semesta menyimpan sejuta makhluk lainnya. Manusia hanya bertemu dengan beberapa yang tampakkan dirinya. Andaipun dalam semesta memiliki sejuta dimensi konstruksinya. Manusia hanya bertempat disebuah ruang dan waktu saja. Andaipun pengetahuan dalam semesta lebih banyak lagi sejuta kali lipatnya. Manusia hanya faham sedikit sesuai volume kapasitas akalnya. Semua orang menganggap dirinya lebih mengerti tentang segala sesuatu. Sebenarnya masih terlalu sangat banyak hal yang tidak kita tahu.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Timur mendung pada november hari keempat. Gempa menandai tengah siang diwaktu jumat. Bayu santun mengalir mempengaruh daun biru. Semu lentera dunia meronai wajah terharu. Dua ratus ribu tamu istiqlal pamit beranjak dari sujudnya. Jalananpun memutih diiringi takbir penggetar dada. Disatukan pertemuan dan jangan mengira sebagai tindakan memecah. Menggumpal kekuatannya membesar dan jangan lagi berniat untuk kau belah. Semoga peristiwa ini membawa serta pula hikmah dan manfaatnya. Tentang suatu catatan kejadian yang memang sudah menjadi KehendakNya.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang kita teman tapi besok jadi musuh,siapa yang tahu.. Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang dipercaya tapi besok khianat,siapa yang tahu.. Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang sayang tapi besok benci,siapa yang tahu.. Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang ingat tapi besok lupa,siapa yang tahu.. Lagi-lagi bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang dirangkul besok disingkirkan,siapa yang tahu.. Sedangkan sebab terjadinya titik balik sang waktu, mungkin akibat dari perilaku masing masing pelaku.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Seperti dinginnya tetesan hujan untuk pagi ini. Jika itu mewakili tangis Rohingya maka resapkan menuju sanubari. Beberapa berhenti tertawa lalu menoleh kepada duka. Beberapa tinggalkan senang untuk berprihatin meratapi saudara. Hadir juga kabut tebal dibukit bukit kesunyian. Jika itu melukiskan kekalutan maka selimutkan mantelnya ke badan. Raung kecil pesakitan mendobrak keluar dari dalam kegelapan. Bahwa tiada seorangpun mampu tersentuh tanpa dalamnya perasaan. Datang udara segar setelah petualangannya ke berbagai masa. Tak pernah terpikirkan bila seru kebangkitan itu bergema dari Nusantara. Bermacam pihak menutupi angka sejuta menjadi sepuluh ribu. Bermacam alasan dibuat untuk mencari sisi buruk agar saling beradu. Angin semilir semoga membawa kabar damai menyejukkan. Jika melukiskan kemerdekaan maka bantulah mewujudkan. Barangkali panji panji hitam itu kan segera kau kibarkan. Dengan pesan tentang persatuan dan mengajak kita kembali Pada Yang Menciptakan.
karya: Hendri Mustofa (2016)
Hidup menjadi bayang bayang, pembisik cerdik, dan penipu ulung. Rajanya lebih luar biasa,dapat menjaring semua manusia untuk dikurung. Perencanaannya gemilang seolah melampaui keberhasilan seluruh orang didunia ini. Mulutnya dipercaya dan semua takhluk tak kuasa membantahnya lagi. Dia yang agung walau bukan Tuhan itu telah mengenalkan 2 teori. Supaya kebenaran menjadi 2 agar kedua pihak pembelanya beradu hingga mati. Dia sosok yang berkemampuan mendatarkan juga membulatkan wajah bumi. Sosok yang pula mampu mengedarkan bahkan menghentikan laju matahari. Sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tidak nampak nyata. Semuanya sangat sungguhan meskipun sama sekali berbeda. Drama diatas drama dengan konspirasi diatas konspirasi. Sihir sihir sepanjang masa dilapisi dusta diatas segala dusta. Dizaman semodern ini sepertinya konyol jika masih mempertanyakan bumi itu bentuknya bagaimana. Namun pertanyaan itu pun juga ada dasarnya saat tiada kesesuaian dalam perhitungan matematika. Bukan itu yang terpenting,tetapi darimanakah dua teori tak pasti itu berasal. Hingga membuat kerukunan menjadi pergunjingan yang berakhir rasa sesal. Aku takut apabila itu keluar dari lidah kaum yang sengaja mengadu domba umat umat manusia. Yang memiliki kekuatan pikiran serta materi lebih sehingga mudah menyetir dunia seisinya. Dan yang mengetahui kebenaran yang tidak akan dipertunjukkan untuk kita. Karena bagi perkumpulannya,barangkali kita ini amat sangatlah tidak dipentingkan. Jika dalang dari segala kekacauan ini memang telah datang,tetapi siapakah gerangan??
karya: Hendri Mustofa (2016)
Sisa sisa hujan seharian dan sekarang mulai sepi. Nada nada unik tetes air diiring insekta bernyanyi. Nyaman tetap tak berisik sampai desis nafas ini terdengar. Biar saja dulu gitar pinjaman bersandar dibilik kamar. Lalu aku teringat lagi pena terlantar disudut meja. Beberapa carik kertas dan jariku ingin menari diatasnya. Percik kerinduan memantik menjelma seperti nyata. Hampir mirip dengan mulai rinduku pada kamu yang berada disana.
karya: Hendri Mustofa ( 2016 )
Cinta justru ketika aku jauh menyusuri renunganku sendiri. Karena jika kamu dekat, dengan serapih rapihnya segera kututupi. Cinta adalah ketika aku berbagai cara mempengaruhimu tanpa sepengetahuanmu. Namun bilamana kamu disini,berbaliklah kamu mempengaruhiku. Cinta adalah ketika aku sakit sebab pria lain beranjak memperhatikanmu. Itu keterlaluan sulit disembunyikan hingga terbongkarlah perasaanku. Cinta adalah ketika aku kehilangan keberanian untuk mengutarakannya padamu. Tapi jika memberanikan diri maka akulah yang akan kehilanganmu.
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Memisahkan diri kedalam sejuknya ruang pagi. Meluangkan hati mentata bagiannya dibenahi. Hitungan menit mungkin malaikat sudah siapkan bukti sekarung kesalahan. Hidup memang terlalu kusut bila ingin diluruskan. Menangis sendiri disetiap tiap Diberi waktu sendiri. Ada saat kebosanan merayu untuk mengajak pergi. Dunia sekali waktu seperti mencegah kesempatan dan acuhkan kita. Mungkin dia menguji supaya mau menunggu lebih lama. Tetapi kebahagiaan akan mulai bersemi disuatu ketika. Entah dikehidupan ini,diakhirat nanti,atau cuma dibayangan saja .
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Tengah malam hampir datang menemui. Usap dadaku lalu sesekali tak menghantui. Menjelmalah dengan cahaya tentram meski hitam. Dan walau itupun tak seterang sinar lentera temaram. Tengah malam yang tak kulewatkan dalam ribuan malam. Jamin aku tak terkantuk tapi jangan cerita hal yang seram. Ceritakan saja seolah hari esok kan cemerlang dan berangin lembut. Atau membual lah sampai sampai aku lupa jika sedang takut.
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Sampai hingga fajar terpendar semu oleh sesuatu disana. Enggan aku merebahkan tubuh sebelum mata tertutup selamanya. Tidak sebentar jiwa ini bergantung atas bermacam ketidak pastian. Sebab yang paling kunanti dan kuinginkan hanyalah jawaban! Semenjak kehadiran gerimis dari ketika subuh tadi. Protes kecil dari dalam mencuat telah tanpa terbendung lagi. Memang kurang layak seorang hamba memerintah seenak kehendaknya kepada tuannya. Tapi selain itu adakah kemampuan lain yang dia bisa? Pagi redup dimana segenap rasa diripun telah diwakilinya. Sayang harapan masih saja seperti nyanyian murahan sekaligus tak bermakna. Terkadang spontan aku lari kerimba kemudian berteriak hingga serak. Siapa tahu yang menyumpal dada itu keluar tak lagi membuat sesak. Kopi yang terlanjur dingin tetap lumurilah lorong kerongkongan ini. Bila kamu beracunpun aku sudah tidak mau peduli. Tindakan tindakan kian bodoh sepaham dengan diri yang sulit terkendali. Jangan lagi ada bahkan seorang wali pun datang menasihatiku hari ini.
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Kadang merasa seperti nama yang seakan terhapus dari kolom daftar suatu data. Kadang merasa seperti satu kata yang lengah dan terlewati saat membaca buku cerita. atau seperti sebutir pasir tak dikenali diantara hamparan pasir. Atau seperti setitik ketidak pentingan yang terlalu tidak penting untuk dipikir. Sesekali merasa bergantinya hari tak lebih hanya sebuah tanda pergantian. Sesekali merasa menuanya usia sekedar hanya menunggu habis dan selanjutnya digantikan. Jika semua orang mengartikan hidup maka pengartian tiap manusia akan berbeda. Arti hidup adalah kumpulan pernyataan dari seluruh manusia yang pernah bernafas dan menyatakannya didunia. Setiap jiwa yang pasrah tidak akan pernah bersalah dengan doa doa yang mereka panjatkan. Kita cuma bisa memohon menurut kapasitas kemampuan sesuai level pengetahuan. Tapi seenak hati kita salahkan siapapun bila berseberang paham dari pandangan pemahaman kita. Harusnya tak seorangpun tahu kebenaran sejati kecuali hanya perkiraan mereka saja. Mungkin agar tiap insan mengaca bahwa segala kekeliruan ada pada masing masing diri sendiri. Sehingga semua memaklumi dan setidaknya sedikit mengerti bagaimana caranya menghargai.
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Alkisah disebuah negeri permai yang kini berubah antah berantah. Apalagi sejak segerombol naga mata kecil belum sunat mengepung Istana plin plan yang megah. Berawal dari boneka imut yang dihidupkan oleh robot cerewet televisi. Robot kiriman sang Naga untuk meremot kesana sini sesuka suka hati. Makin hari boneka itu tambah pinter main sulap hampir setarai robot televisi. Mereka kemudian pacaran berjalan berdua sembari menghipnotis siapapun yang ditemui. Kian hari seluruh pendudukpun mabuk dengan efek sihir dan menari nari. Para Naga melihat itu tertawa nangis nangis tak bisa berhenti. Sungguh uniknya boneka itu,sehingga mereka rebutan ingin mengawini. Naga yang jumlahnya sembilan itu berlomba beri emas permatanya untuk menangi perebutan ini. Akhirnya semuanya menang dengan gembira. Karena boneka itu rela bersedia dinodai oleh kesembilan sembilannya demi jadi raja. Hingga akhirnya mimpi indah itu pun menjadilah kenyataan. Boneka dapat mahkota dan singgasana dengan rasa gembira tidak karuhan. Tetapi waktu berlalu dan boneka itu mulai merasa tidak dicintai lagi. Dia takut dibuang tetapi kemana mereka semua itu pergi? Ternyata emas permata yang pernah diberi untuknya itu adalah harta milik boneka itu sendiri. Kamu ditipu,Para Naga meninggalkanmu karena sudah dapatkan yang mereka mau. Lalu dia keluar istana dan mendapati kehancuran dinegerinya. Rakyatnya bingung saling terkam kehilangan akal serta tujuannya. Raja menangis ingin curhat dengan robot televisi yang seringkali mendampingi. Ironis ketika robot itupun juga ikutan pergi meninggalkan dia sendiri.
karya: Hendri Mustofa ( 2017 )
Asap dari tungku di pagi hari. Kali ini hendak kemana tujuanmu pergi? Memisah dari api yang melahirkanmu,. Namun ini takdir dan bukan kesalahanmu. Burung burung kecil disarang yang berembun. Capung sembunyi melamun dibalik daun. Yang menyaksikan kalian ialah mata berkaca kaca. Bukan karena sikap menerimanya kalian tapi ada rasa sedih lainnya. Sebatang rokok sudah hampir kehabisan waktu. Sebentar lagi kamu dibuang karena begitulah ceritamu. Tetapi kita masih menjadi saksi akan terbitnya matahari. Jangan berandai membawakan kejayaan sebab tugasnya hanya menerangi. Penglihatan pun akan bertambah jelas apabila cahaya membantunya. Walaupun itu belum tentu membantu penglihatan nurani kita. Bukan tidak mungkin sejauh aku berjalan ternyata dengan hati yang buta. Seringkali hidup ini hanya memaksa menuruti maunya sembari todongkan ancamannya.
karya: Hendri Mustofa (2017)
Kolaborasi suara dunia terkadang menjelma paduan suara. Seperti musik tonggeret bermain di penghujan senja. Ada harmoni hingga ku hanyut ingin hilang dibawa. Daripada menangkap celoteh lidah lidah penggatal telinga. Kabut terhimpun hampiri lembah lembah kedamaian. Kuncup digunduk bukit hampir mekar warnai keduniawian. Mengharumi udara dari noda asap hitam pertikaian. Menurunkan getar jantung dalam mensikapi jahatnya perangaian. Merindui lantunan alam saat lembut bernyanyi. Seperti alunan nada para Muse seakan tampil disini. Biarkan sehari ini ku tenang nikmati lelah keseluruhanku. Sambil berharap syair Apollo saudara Arthemis bertahap mententeramkanku. Atau sembunyikan jasad dan jiwa ini ke Delos tempat kau dilahirkan Leto. Atau mengajak imajinasiku berkunjung kedalam lukisan Picasso dan Caravaggio.
karya: Hendri Mustofa
Judul: Kamu
Lirik Puisi: Hendri Mustofa ( S.A.Z)
Piano: Hendri Mustofa ( S.A.Z )
manuskrip india kuno yang berceritakan tentang kisah perjalanan Raja Rama,menjadi salah satu mitos yang tak bisa dianggap remeh saat ini,kisah perjalanan rama itu yang sekarang exist dengan nama RAMAYANA.
Judul : Pure and Virgin Media : Cat minyak diatas kanvas Ukuran : 120x100 cm Tahun : 2025