Senin, 22 November 2021

Puisi: Dingin

 Akan nyaris tanpa kicau burung selain hanya hujan hujan berkepanjangan. Kabut

seperti tak pernah

sedingin ini dimusim

musim yang ditinggalkan.

begitu sepi dan benarlah

apabila terkenang hari

akibat pengaruh suatu kejadian. Namun terlahir

sepi dapat karena anak ditinggal bapaknya selamanya

dalam kerinduan. Mereka kan diam tak tertawai tidak juga menentang jika benar

faham keras kehidupan. Memilih bersembunyi bersandar dibelakang dinding tangisi ironi drama

pertunjukan kenyataan. Semoga lebih dewasa 

walau jalan dewasa harus lalui bermacam 

kesedihan. Saat dilepas untuk menyusurnya dan jangan berfikir temui lagi kasih sayang pula

kepedulian. Bahkan semenggigil tubuh diserang hujan akan tiada

sebodoh manusiapun kan

datang memayungimu. Biarpun hingga tergeletak menunggu mati hanya jadikan tontonan sesaat lalu melupakanmu. Bahwasanya perjalanan menghabiskan usia amatlah dingin sekaligus menyesakkan. Ada hari dimana hidup tak

butuhkan lagi teori pemikiranmu atau juga

mimpi yang diharapkan. Akan tanpa guna lagi

sebanyak pun kesombongan serta sekecilpun rencana rencana. Maka saat itu

tepatlah merenungi

bahwa kita memang

bukanlah apa apa


Karya: Hendri Mustofa (2015)

Sabtu, 25 September 2021

Musikalisasi Puisi Sedih: Kamu


 Judul: Kamu

Pengarang: Hendri Mustofa (S.A.Z)

Aransemen Musik: Hendri Mustofa

Performa: Hendri Mustofa

Minggu, 15 Agustus 2021

Puisi: Indahnya Menjadi Manusia

 Indahnya bisa saling menghargai. Kita tak perlu terus mengedepankan pandangan kita. Indahnya bisa saling menghormati. Kita tak perlu menunggu orang untuk lebih dulu menyapa. Indahnya bisa saling memahami. Kita tak perlu mewajibkan tiap orang mengerti kemauan kita. Indahnya bisa saling berbagi. Ya,,kita tetap bisa memberi sekalipun tak punya apa apa.

Karya: Hendri Mustofa (2016)


Puisi: Kicir Belalang dan Krik Krik Jangkrik Mengerik

 Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Ronda kunang kunang bekalnya senter menarik. Capung lelah dibalik daun istirahat berbaring. Kalau nekad terbang hari ini bisa kena jebakan jaring. Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Back song pengiring supaya mata waspada dan tetap mendelik. Pastinya malam serasa panjang sekaligus menegangkan. Pilih siap lari atau siap diterkam dalam kegelapan. Kicir belalang melantang dan krik krik jangkrik mengerik. Puaskanlah bernyanyi sebelum tubuh habis tercabik. Sudah dimulai tanda serangan serta terror didunia liarmu itu. Ada juga monster yang lidahnya menjulur sepanjang badan yang dengan cepat menangkapmu.

Karya: Hendri Mustofa (2017)

Puisi: Tidak Mengapa

 Bulan belum purnama yang sebentar lagi terbit.

Yang bias nya cukup lembut menyentuh mata.

Suatu ketika akan terobati beberapa rasa sakit.

Bilapun tak begitu juga tidaklah mengapa.

Hitungan menit beristirahatlah lampu pijar langit.

Awan akan merona merah wajah manisnya.

Tempo hari dimasa depan, buah manis akan mengganti rasa pahit.

Jikapun tak begitu juga tidaklah kenapa.

Karya: Hendri Mustofa (2017)

Puisi: Syair Bintang

 Dimana Bimasakti sedang tepat diatas kita. Layaknya jembatan panjang dari selatan ke utara. Layar subuh dengan rintik bintang jatuh. Udaranya damai dibawah langit nan teduh. Daun daun hitam dalam kebasahan. Sebelum pedang horizon digoreskan. Masih berkerling mata dari Betelgeuse. Juga sinar kemerahan Antares di Rasi Scorpius. Sampaikan kekaguman ini dalam khidmat pagi tenang. Dari tulisan yang terangkai sebagai Syair Bintang.

Karya: Hendri Mustofa (2019)

Puisi: Disentra malam

 Di sentra malam..

Kirana ber-Tiara lingkar Pelangi. Sinarnya dingin namun nafasnya sepi. Bergaun bulu Kristal awan Sirrus. Dikawal sang Jupiter pula Saturnus. 

Di sentra malam..

Kirana bermata memancar mencerahi. Tubuhnya bercahaya tapi wajahnya sunyi. Berjalan di karpet biru bertabur permata bintang. Sebelum Kerajaan Langitnya sirna pasca pagi menjelang.

Karya: Hendri Mustofa (2020)

Puisi: Kereta Waktu

 Kereta waktu melaju ke penghujung perjalanan. Berulang melewati siang malam dengan berbagai kejadian.

Banyak sudah kesaksian mu tentang hidup dari bermacam Ketentuan. Mengenai kelahiran, pertumbuhan, atau pun juga kematian. 

Wahai Sang Cahaya diluar pembatas dinding ini..

Sepertinya Sinar Mu sulit hangatkan kulit ku lagi. Tolong ambil aku keluar sebentar untuk bernafas. Sesaknya kegelapan sering memukul jantungku terlalu keras. 

Angin angin lembut.. jiwa raga sesungguhnya merindukan sentuhanmu.

Namun karat karat ini terbiar menebal menyelimuti tubuhku.

Didalam ruang pengap dimana hanya  pertikaian yang terjadi. Permusuhan panjang antara hati & fikiranku sendiri. Sehingga angkut lah aku yang tak bisa berlama lama menanti. Betapa aku berharap secepatnya terbenam bersama Matahari.

Karya: Hendri Mustofa (2020)

Puisi: Puisi Kecil Seorang Astrofilia

 Beringin tua didalam sangkar kaca. Diatasnya pintu tengah gerbang semesta. Aditya berlayar kelilingi angkasa. Dan candra menyelam pada manzilahnya. Bagai kinara dan kinari memainkan rindu. Berkejaran mengitari pohon kalpataru. Kejora dipelukan fajar dan senja meniduri panjerina. Siria nan cemerlang memimpin pasukan bintang. Tsurayya pagi mengabari duka segera menghilang. Dan waktu yang memisah dengan sekat sekat. Serta kamar tirai dimensi yang berlipat lipat.. Paku gunung gunung tertancap mengukuhkan alam ini. Rajanya mahameru dan berdirinya begitu tinggi. Sumber air memancar sebagaimana tirta amarta diujung dunia. Demikianlah cara sanubari kisahkan setitik pengetahuan Jagad Raya. 


Karya: Hendri Mustofa (2020)

Sabtu, 14 Agustus 2021

Puisi: Asing

 juga suara suarapun mulai mengecil dan kemudian terhenti. senja telah menelan nyaris segala yang tampak disini. lalu dia mengerubuti dunia dengan kelambu hitam. mengusaikan kerja matahari yang sinarnya tak pernah kelam. jika kita menganggap rumah manusia bukanlah ditempat ini,. maka kesemua yang disekelilingmu kan terasa asing semakin tak dimengerti. aku pun tak tahu kenapa laba laba itu terus diam sejak beberapa hari. apakah yang difikiranya mungkin rencana yang pula tak dimengerti. kemudian bisingnya dunia tergantikan oleh nyanyian nyanyian para serangga. tetapi untuk apa mereka menyanyi serta buat apa? keheningan yang membangkitkan pertanyaan ditiap diri manusia. mengapa harus mencari bila nyatanya tak sanggup menemukannya? berkisahlah hai angin apabila engkau hendak bercerita. jemari yang menulis inipun kesulitan mengetahui siapa pembisiknya. sama halnya dengan langkah kaki yang berjalan tanpa mengenali pesuruhnya. kumerasa sesuatu telah memprogramku sehingga bergerak sesuai programnya. dan kelabu kelabu senja yang berkuasa namun hampir ditumbangkan malam.. mungkinkah dengan kepasrahan segalanya kan membuat kita merasa tenteram..

Karya: Hendri Mustofa (2014)

Puisi: Surga Kecil

 disinilah Surga kecil setelah terlempar jatuh kepada bumi, yang bawa serta seberapa bahagia meski tak tertahan abadi. yang ajari hati rangkaikan syair untuk bernyanyi mensyukuri. dan yang lahirkan pemimpin pembebas terang dari gelapnya dunia ini. disinilah secuil Taman Eden tersisa peninggal satu history fantasy. yang memotivasi mimpi menjadikan suatu tekad realitas. yang menyamarkan duniawi melalui hakikat relativitas, yang perkenalkan cinta sama diantara baur bermacam ras. dan yang persatukan jiwa untuk robohkan benteng fana pembatas.  disinilah terletak promised land yang lama kalian cari. tapi haruskah dengan darah saudaramu untuk kalian musti membayarnya? apakah dari sengal tangis bocah dirampas hak nya itu doa mu untuk bisa menemukannya? maka andai serakah telah kuasai hati dan nirwana yang kau bela,, akan ingkar lah harapan tiada seperti janji harapan sebelumnya. disana enggan semilir angin perubahan kan kembali menyaji sejuk, selain hanya memperbesar kemarahan badai yang mengamuk tercambuk. dan apakah manusia sepenuhnya sengaja menantang kuasa daripada Tuhannya? seolah kita Dewa terpantas menduduki Singgasana Raja Yang Sempurna.

Karya: Hendri Mustofa (2013)

Puisi: Bulan

 mudah untukmu menjadi sebait puisi cinta, berbanding terbalik ketika awalku dalam menuliskannya. setenang hati seakan seberkas emas bias cemara pagi,  berlawanan gejolak otak bak terjajah perang merindui damai mimpi. bukan sebab bulan semirip namamu sehingga terlalu asyik kala ku melukiskannya, tapi tampilan 15 nya sebenar benar telah terangi gelapnya jiwa.  seberapa tahun sudah keberadaan cahaya itu disini bahkan sampai hingga ku terlupa, atau seberapa persis rasa diri merasaimu bahkan hingga kadang tertimbul luka. tapi salah bila indera matamu memandang sudut sebatas untuk sepengetahuan saja. masih bertumpuk cerita mengenaimu tanpa pernah habis begitu pula tanpa pernah tersangka. maka telah jauh sudah perjalanan ini sepasca lewati bergantinya masa..  tapi didadaku tetap membawamu sampai disini sehingga selalu berdetak beda. dan tenanglah sebagaimana sabar ini tak terbatas menamatkan akhir daripada cerita, setenang gunung oranye pelipur lara penghias melengkapi senja. biarlah akan seperti apa skenario takdir ketika Dia mengisahkannya, sedang kita sekedar sebagai pelaku Yang Dijalankan untuk memerankannya.

Karya: Hendri Mustofa (2013)

Jumat, 13 Agustus 2021

Puisi: Mina

 Puisi pun turun dari cahaya keemasan pagi. Yang mulai menyentuh ujung cemara lalu merasuki hati. Menjadikan sesuatu hingga hal kecil pun seakan berarti. Membuat kita mendengar polosnya jiwa sebelum kembali dicemari. Tetap bertahanlah,,dunia meski kian bertambah tua. Seperti semangat sinar yang enggan padam dari badan sang surya. Entah kan ada apa berikutnya disini atau tanah diseberang sana. Tragedi tragedi pun bermunculan menjamur menggatalkan dunia. Tapi jangan permasalahkan mereka yang gugur dimedan tempurnya. Jangan pula persoalkan mereka yang persatu tumbang didaratan Mina. Lihat saja wajahmu kecermin menilai dirimu telah seperti apa. Apakah didalam itu berdiri sosok orang bersih tanpa punya setitikpun noda?

Karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Pergiliran

 Hidup maju melaju tapi mati terhitung mundur. Sebebaspun terbang kupu kupu kesemuanya sudah Diatur. Waktu mengangkut menjauh untuk mendekati akhir. Dan waktu melambat dipenantian namun kepagian hadirkan takdir. Bumi tak muat bila tampung semua hidup dan ambisi manusia. Maka ditanamlah masa berdurasi penghenti rasa tidak puasnya. Siapa tumbang,berarti ada siapa yang tumbuh berkembang. Siapa datang,berarti ada siapa yang jauh hengkang. Pergiliran seolah menyakitkan seolah pula berat diterima. Itu karena sungguhnya kita bingung ikhlas itu bagaimana.

Karya: Hendri Mustofa (2015)

Minggu, 08 Agustus 2021

Puisi: Sang Penolong

 Tetapi kejauhan apabila menjangkaunya. Tanpa arah penuntun,tanpa tersedia tangga. Remang akibat redup bias sinarnya. Pandang mata pun sukar pastikan jalannya. Pagi masih datang disaat kuingin pergi. Menghilang tak temui lagi dirinya sendiri. Mulai bosan padahal lainnya ingin abadi. Merasa sendirian ditengah ramai dunia ini. Entah kemana saja sang penolong itu. Setidaknya datang tawakan tersandung terjatuhku. Disini nyaris membangkai lemah terkaparku. Kering mulai rapuh sebelum hancur menjadi debu.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Sial!

 Pilih hisap asap rokok ketimbang menghirup pagi. Terbiasa makan pahit maka yang manis tak berarti. Sang waktu intai mengiring kemanapun pergi. Tapi tak mau menunggu saat ku capek sejenak berhenti. Sial,mereka bersemangat lari mengadukanku ke Tuhan. Ceritakan salah ini padahal bukan itu awalku meniatkan. Hanya sekedar habiskan usia pun bisa semenyebalkan ini? Berjalan Dirintang duri hanya untuk bertemu mati. Point ku nol barangkali minus jumlahnya. Lalu bagaimana diakhirat mempertanggung jawabkannya? Selasa kemarin masih memohon hidupku dimanjakan. Kini ditiap sujud,diri sendiri enggan lagi kudoakan.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Kampung Senja

 Jejak ceker ayam dibecek muka jalan. Orasi kambing nuntut jatah makan ke tuan. Seekor menulari seekor jadi ributlah sekandang. Satu kandang tulari kandang lain dan sekampung ramai diserang. Batal terjangan nyamuk dihalau luncuran hujan. Pinjal riang melompat ,korban meriang kegatalan. Dipohon pete ngiar tongeret berdendang kencang. Dan bau busuk bunga bangkai muncul bila datang petang. 

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Apabila Hati Tersentuh

 Apabila hati tersentuh,tunduklah anggota badannya. Tak harus dengan pandainya ceramah lengkap dalilnya. Tak harus dengan diiming gemilang masa depan atau harta. Apabila hati tersentuh,setialah ia mengikuti. Yang tak musti bisa kalian ganggu gugat lagi. Yang tak musti berhasil dipengaruh pengaruh lagi. 

Apabila hati tersentuh,menjadi butalah ia sekaligus tuli. Sehingga mau memberi cinta sukarela tanpa terbagi dan tanpa syarat lagi. Sekalipun kau menawar dengan jiwa,raga dan semua uangmu untuk membeli. 

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Siluet

 Didepan berlalu lalang siluet tengah mendekat. Pusing keliling kepala perlahan kian memberat. Membuat marah dan imbasnya berbalik menganiaya diri. Kapan hal memuakkan itu lelah tiba tiba mau berhenti? Selintas selintas samar wajah membangkit terkuburnya trauma. Sepintas sekilas bayang mengusik menjelma kedunia nyata. Bedebah! aku masih terlalu munafik bilamana menampiknya. Tapi jika terus berlanjut,aku bisa saja mati muda.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Selamat Tidur Matahari

 Tadi guntur diutara bersaing gerinda listrik. Hiphop dikayu lapuk,sepasang gelatik. Pegang palu dipukul,telat bunyinya. Sebab tukang batu berada jauh jaraknya. Saatnya keluar,hujannya berhenti. Kaget maskernya Dewi waktu pergi ke kali. Sore sudah,sabit kubawa diteriaki piaraan saya. Terpeleset peleset manjat pohon gapai daunnya. Walet habis main terbang pulang ke rumah. ''Selamat tidur matahari'',senyumku ramah. 

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Patah Hati

 Ini akan sedikit menyesakkan: 

Mungkin sekaranglah setepat tepat waktu untuk

ku berdiam memulai

pejamkan mata.

 Bahwasanya sebesarpun

pengharapan harus

dibuang agar terlepas ikat tali

pengekangnya. Jangan

pernah kau berfikir

rencanakan bertemu

jangan pula berfikir

rencanakan untuk

kembali. Pergilah

untuk selamanya dan berharaplah takdir tak

satukan kita didunia tidak

pula diakhirat nanti. Sedang tahukah tentang

beningnya nya rasa pemberian ku untukmu

yang lebih jernih dibanding permata dibumi? Bukannya kan kau bayar mahal kecewa seseorang bersama cintanya

bersama harapannya dan

bersama bahagianya yang menjauh terusir pergi.. Mungkin inilah

setepat tepatnya waktu

untuk mengambil nafas sepanjang panjangnya. Sebagian hati kelelahan membela mu disaat sebagian lain masih keras memperdebatkanya. Banyak sudah kesedihan

sampai sampai sedih 

merupakan

kesenangan dimasa

lalu dan kesenangan bagi

masa depannya. Bahkan dia inginkan hal yang lebih

sulit lagi menimpa biar lengkaplah semua koleksi kelamnya. Maka

tinggalkan aku yang begitu menyayangimu,di

gelap sendirian dan untuk selama lamanya. Aku tak ingin ada

manusia lain menyaingi

getirnya jalanku menghabiskan tersisanya usia. 

karya: Hendri Mustofa (2014)

Puisi: Lembah

 Migrasi kupu kupu kuning menuju selatan. Lewati kawanan capung dibelakang halaman. Terbang tengkek biru sepadu langit biru. Diterang siang sebelum mendung hitam beradu. Ngiar ngiar serangga pergantian musim. Ngiang ngiang pengeras menyeru para muslim. Dilembah perbukitan ini semoga berkah selalu tiba. Menggembirakan setiap insan yang masih sakit hatinya.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Menanti Merdeka

 Dihati kecil umatmu tengah merindukanmu. Yang kian tak terarah dan langkahnya ragu. Dunia butuh surya agar merona wajahnya. Anak kecilpun ingin dituntun supaya benar jalannya. Diketakutan,mereka menanti diberi merdeka. Dikelelahan,mereka mencoba memandang surga. Dalam kalbu sungguhnya masih sisa secuil harapan. Tapi sebagian orang mulai sangsi kapan doanya terkabulkan. Kemanakah umatmu mencari sebaik imam untuk dirinya? Yang mampu selamatkan kala terseret tenggelam dalam airmata.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Ilustrasi Imajinasi

(HARAPAN) Apollo memegang Lyra bersama para Fairy dan disaksikan Dewa Zeus serta Poseidon.

ilustrasi & imajinasi: Hendri Mustofa
 

Ilustrasi Imajinasi

Atlantis

Ilustrator & Imajinasi: Hendri Mustofa
 

Ilustrasi Imajinasi

 

Morphina

Ilustrator & imajinasi: Hendri Mustofa

Ilustrasi Imajinasi


 Apollo, Dewa Syair dan Musik.

Ilustrator & Imajinasi: Hendri Mustofa

Ilustrasi Imajinasi

Ratu Tribhuwana Tunggadewi

ilustrator & imajinasi: Hendri Mustofa
 

ilustrasi imajinasi


 Dewa Baruna Pasi versi imajinasi Hendri Mustofa

Puisi Ilustrasi

 

Puisi-Puisi Cinta

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Janji Dunia

 Dihari ketika segala bising sanggup diredam. Jadilah sepi sebagai penghormatan munculnya malam. Tinggal suara derik serangga saja sisanya. Juga protes protes hati dimana kian jelas teriaknya. Ditengah berbaring mengabaikan beban beban. terpejamlah sebentar bila lampu kamar dipadamkan. Lalu gandenglah aku masuki lorong menuju mimpi. Sebab disini banyak harapan namun ku gagal bernegosiasi. Barangkali semua itu hanya mampu didapat disana. Di jauh terlelapku acuhkan rayu serta janji dunia. 

karya: Hendri Mustofa (2016) 

Puisi: Butir Mesiu

 Kecerahannya menyusut menjadi kemerahan. Awan turut ikut pula berubah kemerahan. Satunya segera pergi lalui punggung pegunungan. Lainnya kan terpencar mengecil dan sirna dikeheningan. Dingin udara senja kian terasa kehadirannya. Gaduh dipemukiman terhenti sebab sunyi menelannya. Disana seorang menunduk lama perangi diri sendiri. Berfikir keras seolah kepalanya tak mampu disangga lagi. Dan banyak yang tak dia tahu tanpa juga diberi tahu. Kecuali rasai tubuhnya hancur sekecil butir butir mesiu.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Pergantian Hari

 Bukankah silih pergantian hari itu kelewat cepat? Sejumlah hal tertinggal namun berbalik sudah tak sempat. Surya pun tertelan gunung secara bulat bulat. Menyisakan sesal dimana makin jelas terlihat. Mungkin malam nanti terhias sedikit pijar bintang saja. Setelah berlalu pengeras surau menguasa bentang senja. Tetapi angkut doa para penyujud itu kelangit,hai malaikat,. Tenangkan agar mereka tak takut arungi hidup yang berat.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Anak Dibawah Senja

 Bermain dan tawa riang anak anak dibawah senja. Pipinya memerah bermata sebening permata. Pantang menyerah pula tak kenal trauma. Memburu fantasi bersama kepolosan hatinya. Saling membicarakan tentang sayap sayap imaji nya. Dan terbanglah mereka kelangit mengunjungi surga. Ayo cepat sebelum kalian kehabisan waktu. Jika pulang malam maka ibu akan menjewermu.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Kelam

 Karena dalam hari masih didapatilah malam, Dimana kadang keadaannya amat begitu hitam. Karena didalam hati masih ditemuilah muram, Dimana mereka bersemayam dibagian ruang ruang kelam. Sengsara tiada kan membunuhmu sebelum jadwal kematian sampai waktunya. Maka kekalahan pun berlanjut sebelum menang sampai agenda masanya. Dengan tanpa pelindung dan hujanpun kan seteganya melumur lepaskan kebasahan. Walau jatuh berlari  tersandung dan niscaya tetap tubuhmu menggigil kehujanan. Disertailah petir sehingga peluang selamatmu hanyalah dengan mengucap doa doa. Biarpun kadang jawaban akhir doa itu bersimpang sesuaian dengan harap keinginan kita. Setidaknya masih terselip hikmah  sekalipun lebur kesedihan kepiluan dalam kehancuran. Dan jangan sekalipun hentikan langkah sebab tugasmu hanya cukup dengan berjalan.. Bahwasanya sekejam kejamnya dunia namun hidup harus tetap dilanjutkan.

karya: Hendri Mustofa (2015)

Puisi: Bedebah Jalang

 Mulai mengecil dan berkurangnlah bising sore ini. Berjalan pergi mengikuti turunnya matahari. Sayangnya soal lain justru kian merayap naik. Membentuk dilema membuat tak kunjung membaik. Malam segera hadir lalu kembali penjarakanku. Maka dimulailah kesakitan karena diganggui ingatanku. Apabila terhantui beribu janji tanpa sanggup kutepati. Yang mencekik serta mengotori diri sendiri. Dan kegelapan,dimana sesaat lagi engkau pun datang.. Berilah sedikit lega biarpun pria ini hanyalah bedebah jalang.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Durasi

 Dimana detik melaju maju tapi umur mundur jalannya. Yang menolongmu adalah Siapa Yang Menjadikanmu ada. Tiga sekat masa memisah tiap daripada ruangannya. Yaitu hari esok,sekarang dan hari yang ditinggalnya. Siapa pembisik untuk berontak lari terobos batas itu? Dan ajarimu protes namun hanya banyak membuang waktu,. Tunduklah sebagai ungkapan tubuh simbol penyerahan. Tegar meresapi persatu siksa dengan penuh kesabaran. Tak perlu mengiris nadi bak pecundang yang takut melanjutkan. Buktikan tahanmu hingga semut merah habis menguraikan. Takdir sudah Ditulis dan Tuhan Tak Perlu Meralatnya. Tuntaskan petualangan ini sampai selesai seluruh durasinya.

karya: Hendri Mustofa (2016)


Puisi: Memaafkan

 Masih ada setengah hari surya membantu terangi dunia. Membuatmu lanjutkan pencarian sehingga menemukannya. Sebelum duri kian runcing menghambat. Sebelum semua makin jauh terlambat. Silau sayap tengkek biru mengepaki pagi. Diantara kawanan kupu kupu kuning ditinggi tanah ini. Andai jika kalian dengar doaku akankah sudi mengangkutnya.. Tapi cepatlah keatas sebelum sakit ini tambah akut saja. Masih ada separuh hari jalanan di sinari matahari. Perlihatkan batu penyebabku tersandung dan jatuh tanpa arti. Sehingga kemudian aku diharuskan segera mencongkelnya. Namun dengan besar hati juga aku musti memaafkannya.

karya: Hendri Mustofa

Puisi: Gitar Bercerita

 Dimana gitar yang dirangkulnya bercerita lewat petikan jari. Bahasa tak dimengerti dan aku tak paksa mereka mengerti. Bahkan sudah terdengar nada nada samar sebelum memulainya. Kemudian kami mengikuti dan makin jauh mengikutinya. Ada bisik rendah mengajari sebelum suara itu berhenti. Diatas lembar kertas,pucuk pena mewakili rasa hati. Memainkan bersamaan sebagai lagu yang dinyanyikan. Kadang tak sampai ketelinga mereka saking sebegitunya pelan. Namun buat apa kulakukan tindakan bodoh seperti ini? Akupun tak mengerti dan tak paksa seorangpun untuk mengerti.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Sabtu, 07 Agustus 2021

Puisi: Jiwa Yang Resah

 Menyongsong kian rendahnya suara pertengahan malam. Ijinkan ku mendekat dengan lentera dalam genggam. Dimana sinarnya meredup seakan nyaris padam. Diombang ambing angin bersiluetkan mimik berwajah seram. Tuhan,maafkan aku berkali lagi,lagi dan lagi. Kala langkah goyah diatas jalanan hitam ini. Hati terlalu terpengaruh oleh segenap kerisauannya. Dalam menapaki duri duri runcing penyebab perihnya luka. Benarkah tujuan itu masih sebegitu jauh letaknya? Seakan keraguanku berkata mustahil untuk mencapainya. Tetapi kuatkan dengan Memberi KekuatanMu sedikit saja. Meneruskan hingga perjalanan ini berhasil temui jawabannya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Pertengahan Malam

 Menyongsong kian rendahnya suara pertengahan malam. Ijinkan ku mendekat dengan lentera dalam genggam. Dimana sinarnya meredup seakan nyaris padam. Diombang ambing angin bersiluetkan mimik berwajah seram. Tuhan,maafkan aku berkali lagi,lagi dan lagi. Kala langkah goyah diatas jalanan hitam ini. Hati terlalu terpengaruh oleh segenap kerisauannya. Dalam menapaki duri duri runcing penyebab perihnya luka. Benarkah tujuan itu masih sebegitu jauh letaknya? Seakan keraguanku berkata mustahil untuk mencapainya. Tetapi kuatkan dengan Memberi KekuatanMu sedikit saja. Meneruskan hingga perjalanan ini berhasil temui jawabannya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Asap

 Ranting ranting kering dilahap nyala api. Setidaknya hangatnya sedikit mempengaruhi. Asapnya menari  merangkak keluar disela genting. Menuju ketempat tinggi melayang terombang ambing. Mendekat ke bulan pasca purnama. Diluar sana kamu tak kan sendiri untuk bercerita. Dan asap rokok yang juga ingin kau ajak pergi. Rangkullah menjauh setelah terhisap dalam merasuki dada ini. Sebagian yang aku rasa ikut terbawa kesana. Ke lokasi yang jauh sehingga tak seorangpun mengetahuinya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Kemungkinan - Kemungkinan

 Dia menunda keluh dan lelah itu sampai merasa benar benar tak sanggup lagi. Sekiranya dia berfikir didalam waktu setidaknya terselip beberapa  kesempatan lagi. Soal kemungkinan kemungkinan dan  salah satu sebab itulah sehingga ia bertahan. Mungkin dari bergulirnya waktu terselip pula satu atau dua atau beberapa kali harapan. Jiwa raga letih itu masih urungkan putus asa sebelum dibatas ujung jalan. Barangkali dia masih merasa kemenangan kan menjumpainya diakhir akhir perjuangan.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Roda Zaman

 Lampu lampu jalan terhalang kabut membentang. Disetengah jam sebelum tengah malam datang. Bisik bisik hati semakin keras  menjelas. Bayang malang mulai mengusik berkilas bebas. Menyendiri bertaruh dan bertarung dengan dirinya sendiri. Dia bosan bertanya tentang pertanyaan pertanyaannya lagi. Waktu seperti lintasan yang dilewati oleh lingkaran zaman. Kami hidup dimuka roda sehingga begitu kerap dipusingkan. Kadang dia cepat melesat hingga terjatuh keras. Kadang dia naik terangkat atau meluncur turun dan tergilas.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Berbesar Hati

 Pasti sudah ada jatahnya sendiri sendiri. Entah kapan waktunya dan entah dimana tempatnya. Tidak menemukan didunia maka coba menanti diakhirat nanti. Setiap upaya akan ada hasilnya sekalipun cuma sedikit saja. Barangkali masih ada kesempatan menemukannya disini. Jikapun kesempatan itu tak ada,kita masih diberi kekuatan berbesar hati.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Kesabaran

 Selalu diselip detik detik untuk memperbaiki. Serumit soal setidaknya mengandung secuil solusi. Bilapun beban kian memberat seiring berlalu hari, Selemah pundak memikul,semoga Dia Bantu Mengangkat Pasti. Angin sejuk mungkin saja akan datang menyegarkan. Menunda untuk tidak memikirkan kalimat keputus asaan. Andai segala harap memang tiada pernah tiba., Setidaknya dihidup ini kita tidak menyerah ditakhlukkan dunia. Dalam diri manusia kecil Dibekali kebesaran jiwa. Mungkin itulah penyebab kesabaran menjadi tiada batasnya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Frustrasi

 Sekiranya dijauh masa sebelumnya aku sudah fikirkan hal ini. Tentang kemana tempatku menghilang mengasingkan diri. Mereka semua orang orang yang baik untuk diri mereka. Dengan kebijaksanaan juga prinsip prinsip yang menitik beratkan untuk keuntungannya. Cuaca putih dalam sedikit muramnya cahaya pagi. Tentunya aku pun terus mencari ruang sekalipun tiada tersedia lagi. Segala ketidak beresan didalam akal akal licik umat manusia. Saya ingin berkelahi menghakimi sendiri setiap tindakan saya. Kami merasa sudah tiada kejujuran lagi yang hinggap disetiap hati. Semuanya suka bermain namun hasil yang didapatnya hanya rasa frustrasi.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Bisikan Hati

 Mempengaruhi agar bangkit atau menambah sakitmu  terbanting. Ada yang menyentuh lembut tapi ada yang menggandeng untuk terlempar  terpelanting. Pilihan begitu banyak dan sekali salah berantakanlah semuanya. Seperti banyaknya kemudahan yang bila sekali  lengah,terjerumuslah selamanya. Cobalah sesekali kala diam sendirian untuk menengok sebentar ke hatimu. Ialah sang pengajar kecil dimana sebelumnya bukanlah hal penting bagimu. Dia pula lentera yang menerangi agar langkah tak tersesat. Sesuram apapun cahayanya,tetaplah ia sang pemegang kunci selamat. 

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: DibawahMu

 dibawahMu tersungkur CiptaanMu yang tak mampu bercerita dan yang dibungkam mulutnya. dibawahMu terpenjara makhluk kecil yang ingin saksikan hal namun ditutup kedua matanya. dibawahMu terdapat anak yang telah benar benar bosan dengan segala kekalahannya. DibawahMu adalah penunggu doa yang teramat sangat lelah menunggu gilirannya. Adakah dibawahMu seseorang lain Yang Kau Izinkan sekali saja menolongnya? Walau datangnya itu dengan  tebasan pedang demi mempersingkat pesakitannya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Puisi Yang Tak Bisa Kau Baca

 Diterjemah kebentuk barisan puisi  yang tak bisa kau baca. Tiap aksara mustinya menyerbu hingga iblispun mustahil menghambatnya. Dipenghujung kalut dimana ku mengerti jika kami tak kan selamat lagi. Seribu waktu tambah seribu waktu dimana tiap detiknya mulai berbalik arti. Hidup adalah mengharap yang tidak tiba dan mengejar yang tidak dijumpa.  Hidup adalah dipertemukan untuk mencintai orang yang segera tinggalkan kita. Diruang pengap hampa inilah seluruh masa kutukan ingin kuhabiskan. Perangi depressi tiap nol koma sekian denyut jantung ini sendirian.  Cerita cinta ribuan hari kini  menanti akhir dari sepanjang kisahnya. Nyaris pasti menyebalkannya airmata kan menitik tanpa perlu harus diminta.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Cepat Berubah

 Pagi beratap kabut menghalangi agustus. Seluruh daun basah dan kehangatan sulit menembus. Surya susah merambatkan pengaruhnya. Jiwa berat mencairkan kebekuannya. Sial,belum usai kutulis ini sudah berubah keadaannya. Situasi permukaan kembali kepada semula. Kabut pagi pun menghilang dibulan agustus. Seluruh daun berjemur hangat sinar yang menembus. Surya begitu mudah merambatkan pengaruhnya. Dan jiwapun dapat mencairkan kebekuannya. 

karya: Hendri Mustofa

Puisi: Hiroshima - Nagasaki

 Karena sejarah ditulis oleh pihak pemenang peperangan. Segala cara ditempuh,persetan siapa yang dirugikan. Dari ketinggian 500 meter,kado pertama dikirim kepada Hiroshima. 146.000 nyawa dibawah mendapat kejutan hingga leleh lah dagingnya. Pahlawan perang hanyalah sebutan diri sendiri dari diri mereka sendiri. Ingin diagungkan bagai dewa,persetan sejuta manusia karenanya mati. Bangga burung bomber jatuhkan telurnya  untuk kedua kali. Menetaskan jamur api yang membakar 80.000 penduduk Nagasaki. Bagi para penggenggam dunia yang menguasainya. Tiada nilai berarti dari seribu atau seratus ribu kaum jelata. Jika mereka ingin menyiksa,tinggal siksa saja. Jika mereka ingin membunuh,tinggal bunuh saja. 

karya: Hendri Mustofa (2016)

Efek Domino Matematika

 Bukan tentang heksagonal sarang lebah juga bentuk batu  kristal. Atau horizontal hampar bukit dan jurangnya yang vertikal. Ini tentang  kombinasi angka angka hingga membentuk suatu dimensi. Saling silang saling membagi hingga mempunyai suatu arti. Angan angan setinggi langit tapi kemampuan manusia seujung kuku. Walau cahaya melesat cepat tak berarti lebih cepat dari gerak bayangmu. Kepastian ini sebatas kira kira yang kerap berubah ubah ditiap masa. Pembagian,perkalian,pengurangan,penjumlahan  ditambah keliru dan lengahnya manusia. Sehingga jika awal hitungannya salah maka beruntun salahlah semua. Mungkin itu yang dinamakan sebagai Rumus Efek Domino Matematika.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Cerita Yang Tersimpan

 Alap alap rentangkan sayap mengitari pagi. Awan baris dengan bentuk bentuk tak kembali. Sesaat redup sesaat bersinar terpaan bola matahari. Sesaat dingin sesaat hangat kabar suasana hati. Bermacam  rasa diantara musim demi musim. Bimbang melepas atau biarkan ia tetap bermukim. Tentang cerita tanpa seorang pun tahu kisahnya. Biarkan tersimpan hingga waktu menunjukkannya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Jamur Merah

 Jamur jamur merah untuk pertama dan terakhir kali memandang dunia. Usianya tak cukup untuk nantikan penyelesaian satu soal manusia. Belum lagi serangan peluru peluru hujan pada malam ini. Mulai ragukah kalian bertahan setidaknya sampai esok hari? Semoga malaikat malaikat hendak turun memayungimu. Atau ada yang lebih mereka pentingkan daripada keadaanmu. Isi langit dan bumi tersedia cuma kepada para orang istimewa. Sedang kita hanya sisa terusir yang tak layak menempatinya. Dan yang tidak dibolehkan nyenyak tertidur atau sekedar bermimpi. Dan yang tidak diperkenankan untuk mengenal ataupun jatuh hati. Untung jangkau pandangmu tak sampai kepada Negeri Palestina. Dimana situasinya hanya menambah rasa pedih dimata. Untung kalian muncul dari tanah subur dikelilingi segar udara. Sedang diPalestina semakin kering meski sering disiram darah dan airmata.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Tersentak

 Naik sejengkal berada tepat diatas ubun ubun. Tengah hari basah nan dingin duduklah lelaki tertegun. Terlanjur lewat beberapa jam kehadiran sebelum perginya embun. Tersentak hatinya bangun dari buai panjangnya ia melamun. Mulailah membuka satu persatu lembar tersimpan dilaci kenangannya. Telah diambang batas penentu memilih diapakan berkas berkasnya. Sebagian isinya menusuk perih dan sebagian membuat haru berkaca kaca. Kadang dia terpejam menunduk lama atau berlagak saja mengabaikannya. Lalu musim berganti mewariskan ajaran keras fase dewasa. Memahami hingga benar benar mau membakar arsip masa lalunya. Selanjutnya pria itu kembali terbuka dari orang yang mau menghargainya. Selanjutnya pria itu mudah tinggalkan siapa saja yang tak menyetujuinya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Jangka

 Tiba jangka untuk satu dari sepuluh,satu dari seratus atau satu dari seribu orang mengetahui. Datangnya Zaman terbalik Jawa sebelum huru hara besar terjadi. Waktunya bercerita tentang Seni Berdusta dari para pembangun Konspirasi. Yang berdaya merubah Neraka jadi Surga dan Kebohongan menjadi ilmu pasti. Mereka masuk ketempat tempat berpengaruh sebagai kawan namun menyesatkan. Siapa tak tahu akan terbantu sedangkan bagi yang tahu akan menyesakkan. Penentangnya dibalas serang melalui provokasi lalu dikeroyoknya sampai mati. Dan siapa setuju akan aman sementara lalu dijadikan kaki kaki. Mereka menciptakan kepercayaan baru dan menentang keras kamu meyakini Kepercayaanmu. Pula mengajarimu silsilah bahwa dari keluarga Kera lah  nenek moyangmu. Mereka adalah yang menggembungkan matahari serta menggeser dunia dari pusatnya. Juga yang membulatkan bumi dan mendustakan ajaran Nabi Nabi mu dari Tuhannya. Beradalah juga bergantunglah kita sekarang didalam kekuatan sihir di Akhir Zaman. Akal manusia terhipnotis tipu daya agar keluar dari Ilmu Yang Ditetapkan. Mau tak mau kita sedang dipertontonkan sandiwara sandiwara diatas panggung dunia. Atau dimainkan layaknya boneka boneka didalam permainan permainan mereka. Pembela kebenaran diberantas namun pernyataan setan dijunjung tinggi. Syariat ditentang oleh aturan aturan yang dibuat lalu dilanggar sendiri. Mungkin dihati kecil masih merasa semakin dekatnya kita dengan suatu Peristiwa Besar. Semoga  senantiasa kita waspada serta mau jalani hidup ini dengan sabar.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Mengobati Sendiri

 Malam membungkam suara suara gelak tawa. Bila telah larut,ku ingin dibawa hilang kedalamnya. Semoga ini bukan halnya janji yang sering ku ingkari. Tetapi lebih tentang harapkan jalan berlentera menyinari. Terbatas penglihatan malam namun beraninya kumenilai. Lelah sudah melewati seribu peristiwa untuk bersaksi. Ada kala orang mengenang  kegembiraan ditengah sedihnya. Mungkin hanya tiap mereka yang bisa obati sendiri dirinya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Agustus

 Agustus dingin mendekat hampir dipenghujung bulan. Surya tak berkilau,angin dilepas dan awan jatuh kepermukaan. Ingin cermat mendengar nasihat hati yang kerap terabaikan. Mencoba tak percaya indera dalam meniti setapak jalan renungan. Mengitar sepanjang waktu menilik jiwa berharap dipertunjukkan. Disaat pandang ini kabur dihalang dinding tebal keraguan. Agustus hampir hampir menuju hitungan akhir kalendernya. Sepanjang bergulir tahun diantara bergilirnya cuaca. Terdapat sesal  kecil yang kadang menambah getar di tubuhnya. Dalam sendiri ia ingin bayangnya sigap merespon kemauannya. Tentang perubahan yang sering diselipkan ketika berjanji. Tentang frustasinya akibat terlanjur memilih untuk mengingkari.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Perkampungan Dingin

 Cuit anak ayam keluar tengok pagi. Bergerombol diladang kabut diperkampungan dingin ini. Basah jalan setapak oleh embun dan sisa hujan kemarin. Burung makin rame berkumpul direrimbunan pohon beringin. Sebentar lagi kian gaduh disusul suara suara lainnya. Kesempatan singkat berfikir jernih sebelum tercemari noda noda.  Suasana sederhana yang sebisanya kusempatkan menikmatinya. Justru ada gembira kecil walau mimpi tiada pencapaiannya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Merasa Spesial

 Semua orang merasa dirinya spesial dan berbeda. Merasa pandangannya terhadap suatu hal pun berbeda. Merasa brilian sehingga berani utarakan pendapatnya. Merasa mampu sehingga berani menilai orang lainnya. Menganggap dirinya benar dan bila salah,suka membela diri. Meyakini nanti masuk surga dan segala kelirunya tak berarti. Suka merendah dengan tujuan mengagungkan diri biar tampak besar. Manusia juga suka sok bodoh padahal juga belum tentu pintar. Keyakinan manusia bukan ilmu pasti melainkan cuma ngira ngira perasaannya saja. Manusia sebenarnya sama,yakni sama sama merasa tiap dirinya berbeda.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Dalam Kemarau Malam

 Enam belas tahun lalu dalam kemarau malam sepi. Bocah itu keluar rumah berdiri dibawah Bimasakti. Sang bayu merasuk ditengah penantian panjang. Detik tegang sebelum langit berpesta hujan bintang. Bersiap sesaat setelah merah dan biru  cahaya sirna. Sendiri memandang ke ufuk barat mengagumi kejora. Sesaat lupa diri gembira dengan sikap sikap bodohnya. Tapi ayahnya yang sabar tersenyum dipintu membiar ia menikmatinya. Enam belas tahun lalu dan tak lama kebahagiaanpun berbalik. Bocah dungu itu marah begitu frustasi tak kunjung membaik. Pedih tak tersembuhkan persetan semilyar galaksi diberi untuknya. Masih tak percaya bapak itu tak pernah lagi menunggu dia dipintu rumahnya.  Anak yang sungguhnya butuh sedikit lebih lama lagi dicintai. Yang rindu dikisahi indah masa depan untuk dilampaui. Tetapi habis sudah masa pria itu menemaninya dibumi. Maka pulanglah tenang  kelangit menjadi bintang berpijar abadi.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Pagi Berangin

 Diiringi murung suasana pagi berangin. Pohon bambu berputar mendesah menampik serangan dingin. Tetapi awan jatuh itu telah tersingkir menghilang. Tegak mahoni tampak lagi tanpa satu penghalang. Bolak balik arah tiupan dari segala penjuru. Gerimis menerpa mengikutkan rasa rasa beku. Tetapi gerbang mega terdorong kembali terbuka. Cahaya sirami sirrus yang tenang diketinggiannya. Setiap badai bukankah sekedar lewat saja berjalan? Tak singgah lama dengan hanya diam disebuah ruangan. Bukankah hempas masalah itu punya masa berlakunya? Walau ragam cobaan belumlah usai sebelum berhenti detak jantungnya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Penduduk Embun

 Diantara bersemi pupus merah daun jambu. Diujungnya aneka ragam organisme tinggal disitu. Kehidupan sudah berjalan selama aku melamun. Baik dan buruk bersanding dimanapun dan kapanpun. Dipucuk daun,titik uap air menggabunginya. Melebar sebagai jagad baru pemukiman mereka. Diseberang dunia ada dunia tanpa sepengetahuan siapapun. Hal nya penduduk yang tak menyangka sedang hidup disetetes embun.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Ditemuilah Pagi..

 Ditemuilah pagi dengan retakan awan keabuannya. Celahnya diterobos aura cemerlang dari sang surya. Dari belakang rumah berjejer tiga gunung penjaga utara. Gugurlah bunga kopi hilang berserta keharumannya. Semut keluar merayap dari menara istana basahnya. Segala sibuk terjadi untuk dirinya atau untuk bersama. Kicau burung dan obrolan teras mulai jelas suaranya. Baik demi untung pribadi atau demi kepentingan bersama.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Percakapan Pelan Sisi Jalanan

 Satu dua percakapan pelan  mengisi sisi jalanan sepi. Duduk digelap dan tinggal bara rokoknya yang menari. Jika mulutnya diam mungkin orang itu sedang mendengar keluh hati. Jika mulutnya diam mungkin orang itu sedang fikikirkan nasib sendiri. Satu dua percakapan pelan terangkut angin berhembus. Kadang datang tiupan sesak hingga serasa kulit tertembus. Jika nafas  memanjang mungkin ingat soal yang belum terurus. Jika mereka batuk mungkin lelah topang beban dengan raganya yang kurus.

karya: Hendri Mustofa

Puisi: Aku Tidak Tahu

 Hidup adalah aku tidak tahu. Perbuatan baik adalah aku tidak tahu. Surga dan Neraka adalah aku tidak tahu. Kebenaran adalah aku tidak tahu. Cinta adalah aku tidak tahu. Sukses adalah aku juga tidak tahu.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Perasaan Kesepian

 Sore sejuk turun menjenguk lalu masuk kedalam fikiran. Kemeriahan telah berbalut lumuran perasaan kesepian. Ada bercak dihati sekalipun tak pernah kumengamati. Ada suntikan bius sementara sebelum kambuh nyerinya lagi. Padang rumput bagi serangga,tapi itu hanya lumut dimata insan. Dikejauhan angsa serak bernyanyi kembali kepeternakan. Semanggi menyebar diladang pamerkan  cantik mahkota mungilnya. Sayangnya resah hadir dimusim bermacam bunga merah muda.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Sejuta Warna Semesta

 Andaipun dalam semesta terdapat sejuta warna. Mata hanya mengenal beberapa yang dapat dilihatnya. Andaipun dalam semesta menyimpan sejuta makhluk lainnya. Manusia hanya bertemu dengan beberapa yang tampakkan dirinya. Andaipun dalam semesta memiliki sejuta dimensi konstruksinya. Manusia hanya bertempat disebuah ruang dan waktu saja. Andaipun pengetahuan dalam semesta lebih banyak lagi sejuta kali lipatnya. Manusia hanya faham sedikit sesuai volume kapasitas akalnya. Semua orang menganggap dirinya lebih mengerti tentang segala sesuatu. Sebenarnya masih terlalu sangat banyak hal yang tidak kita tahu.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Peristiwa 4-11-2016

 Timur mendung pada november hari keempat. Gempa menandai tengah siang diwaktu jumat. Bayu santun mengalir mempengaruh daun biru. Semu lentera dunia meronai wajah terharu. Dua ratus ribu tamu istiqlal pamit beranjak dari sujudnya. Jalananpun memutih diiringi takbir penggetar dada. Disatukan pertemuan dan jangan mengira sebagai tindakan memecah. Menggumpal kekuatannya  membesar dan jangan lagi berniat untuk kau belah. Semoga peristiwa ini membawa serta pula hikmah dan manfaatnya. Tentang suatu catatan kejadian  yang memang sudah menjadi KehendakNya.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Titik Balik Sang Waktu

 Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang kita teman tapi besok jadi musuh,siapa yang tahu.. Bahwa semua  dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang dipercaya tapi besok khianat,siapa yang tahu.. Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang sayang tapi besok benci,siapa yang tahu.. Bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang ingat tapi besok lupa,siapa yang tahu.. Lagi-lagi bahwa semua dijawab melalui titik balik sang waktu. Sekarang dirangkul besok disingkirkan,siapa yang tahu.. Sedangkan sebab terjadinya titik balik sang waktu, mungkin akibat dari perilaku masing masing pelaku.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi : Tangis Rohingya

 Seperti dinginnya tetesan hujan untuk pagi ini. Jika itu mewakili tangis Rohingya maka resapkan menuju sanubari. Beberapa berhenti tertawa lalu menoleh kepada duka. Beberapa tinggalkan senang untuk berprihatin meratapi saudara. Hadir juga kabut tebal dibukit bukit kesunyian. Jika itu melukiskan kekalutan maka selimutkan mantelnya ke badan. Raung kecil pesakitan mendobrak keluar dari dalam kegelapan. Bahwa tiada seorangpun mampu tersentuh tanpa dalamnya perasaan. Datang udara segar setelah petualangannya ke berbagai masa. Tak pernah terpikirkan bila seru kebangkitan itu bergema dari Nusantara. Bermacam pihak  menutupi angka sejuta menjadi sepuluh ribu. Bermacam alasan dibuat untuk mencari sisi buruk agar saling beradu. Angin semilir semoga membawa kabar damai menyejukkan. Jika melukiskan kemerdekaan maka bantulah mewujudkan. Barangkali panji panji hitam itu kan segera kau kibarkan. Dengan pesan tentang persatuan dan mengajak kita kembali Pada Yang Menciptakan.

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Tuhan Palsu

 Hidup menjadi bayang bayang, pembisik cerdik, dan penipu ulung. Rajanya lebih luar biasa,dapat menjaring semua manusia untuk dikurung. Perencanaannya gemilang seolah melampaui keberhasilan seluruh orang didunia ini. Mulutnya dipercaya dan semua takhluk tak kuasa membantahnya lagi. Dia yang agung walau bukan Tuhan itu telah mengenalkan 2 teori. Supaya kebenaran menjadi 2 agar kedua pihak pembelanya beradu hingga mati. Dia sosok yang berkemampuan mendatarkan juga membulatkan wajah bumi. Sosok yang pula mampu mengedarkan bahkan menghentikan laju matahari. Sedemikian rupa sehingga tidak ada yang tidak nampak nyata. Semuanya sangat sungguhan meskipun sama sekali berbeda. Drama diatas drama dengan konspirasi diatas konspirasi. Sihir sihir sepanjang masa dilapisi dusta diatas segala dusta. Dizaman semodern ini sepertinya konyol jika masih mempertanyakan bumi itu bentuknya bagaimana. Namun pertanyaan itu pun juga ada dasarnya saat tiada kesesuaian dalam perhitungan matematika. Bukan itu yang terpenting,tetapi darimanakah dua teori tak pasti itu berasal. Hingga membuat kerukunan menjadi pergunjingan yang berakhir rasa sesal. Aku takut apabila itu keluar dari lidah kaum yang sengaja mengadu domba umat umat manusia. Yang memiliki kekuatan pikiran serta materi lebih sehingga mudah menyetir dunia seisinya. Dan yang mengetahui kebenaran yang tidak akan dipertunjukkan untuk kita. Karena bagi perkumpulannya,barangkali kita ini amat sangatlah tidak dipentingkan. Jika dalang dari segala kekacauan ini memang telah datang,tetapi siapakah gerangan?? 

karya: Hendri Mustofa (2016)

Puisi: Sisa Hujan

 Sisa sisa hujan seharian dan sekarang mulai sepi. Nada nada unik tetes air diiring insekta bernyanyi. Nyaman tetap tak berisik sampai desis nafas ini terdengar. Biar saja dulu gitar pinjaman bersandar dibilik kamar. Lalu aku teringat lagi pena terlantar disudut meja. Beberapa carik kertas dan jariku ingin menari diatasnya. Percik  kerinduan memantik menjelma seperti nyata. Hampir mirip dengan mulai rinduku pada kamu yang berada disana.

karya: Hendri Mustofa ( 2016 )

Puisi: Cinta

 Cinta justru ketika aku jauh menyusuri renunganku sendiri. Karena jika kamu dekat, dengan serapih rapihnya  segera kututupi. Cinta adalah ketika aku berbagai cara mempengaruhimu tanpa sepengetahuanmu. Namun bilamana kamu disini,berbaliklah kamu mempengaruhiku. Cinta adalah ketika aku sakit sebab pria lain beranjak memperhatikanmu. Itu keterlaluan sulit disembunyikan hingga terbongkarlah perasaanku. Cinta adalah ketika aku kehilangan keberanian untuk mengutarakannya padamu. Tapi jika memberanikan diri maka  akulah yang akan kehilanganmu.

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Puisi: Kusut

 Memisahkan diri kedalam sejuknya ruang pagi. Meluangkan hati mentata bagiannya dibenahi. Hitungan menit mungkin malaikat sudah siapkan bukti sekarung kesalahan. Hidup memang terlalu kusut bila ingin diluruskan. Menangis sendiri disetiap tiap Diberi waktu sendiri. Ada saat kebosanan merayu untuk mengajak pergi. Dunia sekali waktu seperti mencegah kesempatan dan acuhkan kita. Mungkin dia menguji supaya mau menunggu lebih lama. Tetapi kebahagiaan akan mulai bersemi disuatu ketika. Entah dikehidupan ini,diakhirat nanti,atau cuma dibayangan saja .

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Puisi: Takut

 Tengah malam hampir datang menemui.  Usap dadaku lalu sesekali tak menghantui. Menjelmalah dengan cahaya tentram meski hitam. Dan walau itupun tak seterang sinar lentera temaram. Tengah malam yang tak kulewatkan dalam ribuan malam. Jamin aku tak terkantuk tapi jangan cerita hal yang seram. Ceritakan saja seolah hari esok kan cemerlang dan berangin lembut. Atau membual lah sampai sampai aku lupa jika sedang takut.

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Puisi: Ketidak Pastian

 Sampai hingga fajar terpendar semu oleh sesuatu disana. Enggan aku merebahkan tubuh sebelum mata tertutup selamanya. Tidak sebentar jiwa ini bergantung atas bermacam ketidak pastian. Sebab yang paling kunanti dan kuinginkan hanyalah jawaban! Semenjak kehadiran gerimis dari ketika subuh tadi. Protes kecil dari dalam mencuat telah tanpa terbendung lagi. Memang kurang layak seorang hamba memerintah seenak kehendaknya kepada tuannya. Tapi selain itu adakah kemampuan lain yang dia bisa? Pagi redup dimana segenap rasa diripun telah diwakilinya. Sayang  harapan masih saja seperti nyanyian murahan sekaligus tak bermakna. Terkadang spontan aku lari kerimba kemudian berteriak hingga serak. Siapa tahu yang menyumpal dada itu keluar tak lagi membuat sesak. Kopi yang terlanjur dingin tetap lumurilah lorong kerongkongan ini. Bila kamu beracunpun aku sudah tidak mau peduli. Tindakan tindakan kian bodoh sepaham dengan diri yang sulit terkendali. Jangan lagi ada bahkan seorang wali pun datang menasihatiku hari ini.

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Puisi: Sebutir Pasir

 Kadang merasa seperti nama yang seakan terhapus dari kolom daftar suatu data. Kadang merasa seperti satu kata yang lengah dan terlewati saat membaca buku cerita. atau seperti sebutir pasir tak dikenali diantara hamparan pasir. Atau seperti setitik ketidak pentingan yang terlalu tidak penting untuk dipikir. Sesekali merasa bergantinya hari tak lebih hanya sebuah tanda pergantian. Sesekali merasa menuanya usia sekedar hanya menunggu habis dan selanjutnya digantikan. Jika semua orang mengartikan hidup maka pengartian tiap manusia akan berbeda. Arti hidup adalah kumpulan pernyataan dari seluruh manusia yang pernah bernafas dan menyatakannya didunia. Setiap jiwa yang pasrah tidak akan pernah bersalah dengan doa doa yang mereka panjatkan. Kita cuma bisa memohon menurut kapasitas kemampuan sesuai level pengetahuan. Tapi seenak hati kita salahkan siapapun bila berseberang paham dari pandangan pemahaman kita. Harusnya tak seorangpun tahu kebenaran sejati kecuali hanya perkiraan mereka saja. Mungkin agar tiap insan mengaca bahwa segala kekeliruan ada pada masing masing diri sendiri. Sehingga semua memaklumi dan setidaknya sedikit mengerti bagaimana caranya menghargai.

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Tulisan Ringan: Boneka Dinegeri Antah Berantah

 Alkisah disebuah negeri permai yang kini berubah antah berantah. Apalagi sejak segerombol naga mata kecil belum sunat mengepung Istana plin plan yang megah. Berawal dari boneka imut yang  dihidupkan oleh robot cerewet televisi. Robot kiriman sang Naga untuk meremot kesana sini sesuka suka hati. Makin hari boneka itu tambah pinter main sulap hampir setarai robot televisi. Mereka kemudian pacaran berjalan berdua sembari menghipnotis siapapun yang ditemui. Kian hari seluruh pendudukpun mabuk dengan efek sihir dan menari nari. Para Naga melihat itu tertawa nangis nangis tak bisa berhenti. Sungguh uniknya boneka itu,sehingga mereka rebutan ingin mengawini. Naga yang jumlahnya sembilan itu berlomba beri emas permatanya untuk menangi perebutan ini. Akhirnya semuanya menang dengan gembira. Karena boneka itu rela bersedia dinodai oleh kesembilan sembilannya demi jadi raja. Hingga akhirnya mimpi indah itu pun menjadilah kenyataan. Boneka dapat mahkota dan singgasana dengan rasa gembira tidak karuhan. Tetapi waktu berlalu dan  boneka itu mulai merasa tidak dicintai lagi. Dia takut dibuang tetapi kemana mereka semua itu pergi? Ternyata emas permata yang pernah diberi untuknya itu adalah harta milik boneka itu sendiri. Kamu ditipu,Para Naga meninggalkanmu karena sudah dapatkan yang mereka mau. Lalu dia keluar istana dan mendapati kehancuran dinegerinya. Rakyatnya bingung saling terkam kehilangan akal serta tujuannya. Raja menangis ingin curhat dengan robot televisi yang seringkali mendampingi. Ironis ketika robot itupun juga ikutan pergi meninggalkan dia sendiri.

karya: Hendri Mustofa ( 2017 )

Puisi: Hendak Kemana Tujuanmu Pergi?

 Asap dari tungku di pagi hari. Kali ini hendak kemana tujuanmu pergi? Memisah dari api yang melahirkanmu,. Namun ini takdir dan bukan kesalahanmu. Burung burung kecil disarang yang berembun. Capung sembunyi melamun dibalik daun. Yang menyaksikan kalian ialah mata berkaca kaca. Bukan karena sikap menerimanya kalian tapi ada rasa sedih lainnya. Sebatang rokok sudah hampir kehabisan waktu. Sebentar lagi kamu dibuang karena begitulah ceritamu. Tetapi kita masih menjadi saksi akan terbitnya matahari. Jangan berandai membawakan kejayaan sebab tugasnya hanya menerangi. Penglihatan pun akan bertambah jelas apabila cahaya membantunya. Walaupun itu belum tentu membantu penglihatan nurani kita. Bukan tidak mungkin sejauh aku berjalan ternyata dengan hati yang buta. Seringkali hidup ini hanya memaksa menuruti maunya sembari todongkan ancamannya.

karya: Hendri Mustofa (2017)

Puisi: Kolaborasi Suara Dunia

 Kolaborasi suara dunia terkadang menjelma paduan suara. Seperti musik tonggeret bermain di penghujan senja. Ada harmoni hingga ku hanyut ingin  hilang dibawa. Daripada menangkap celoteh lidah lidah penggatal telinga. Kabut terhimpun hampiri lembah lembah kedamaian. Kuncup digunduk bukit hampir mekar warnai keduniawian. Mengharumi udara dari noda asap hitam pertikaian. Menurunkan getar jantung dalam mensikapi jahatnya perangaian. Merindui lantunan alam saat lembut bernyanyi. Seperti alunan nada para Muse seakan tampil disini.  Biarkan sehari ini ku tenang nikmati lelah keseluruhanku. Sambil berharap syair Apollo saudara Arthemis bertahap mententeramkanku. Atau sembunyikan jasad dan jiwa ini ke Delos tempat kau dilahirkan Leto. Atau mengajak imajinasiku berkunjung kedalam lukisan Picasso dan Caravaggio.

karya: Hendri Mustofa

Musikalisasi Puisi Sedih

 

Judul: Kamu

Lirik Puisi: Hendri Mustofa ( S.A.Z)

Piano: Hendri Mustofa ( S.A.Z )

Artikel: Legenda & Misteri Cerita Ramayana

 manuskrip india kuno yang berceritakan tentang kisah perjalanan Raja Rama,menjadi salah satu mitos yang tak bisa dianggap remeh saat ini,kisah perjalanan rama itu yang sekarang exist dengan nama RAMAYANA.


mitos ramayana sering kita anggap sebagai dongeng pengantar tidur,ataupun kisah yang dikarang dengan imajinasi tinggi.

tapi berfikirkah kamu bahwa dongeng yang sudah turun temurun itu memiliki bukti bukti nyata dalam warisan peninggalannya di masa kini,sehingga menjadikan cerita ramayana bukan hanya menjadi cerita pewayangan semata ataupun skedar kisah seribu satu malam belaka..tapi lebih dari itu.

jika kamu menganggap mitos perjalanan rama benar benar pernah terjadi. maka terus ikutilah alur artikel yang kutuliskan ini.

memang tak ada kejelasan tentang kapan era rama itu pernah hidup di atas permukaan bumi ini,sedangkan kita tahu regenerasi tahun resmi bumi ini,sepakat memulai pada saat Isa Almasih terlahir di dunia,sebagai berawalnya tahun ke-1. sedang era ramayana bisa jadi lebih jauh lagi ke belakang selisih tahunnya.

kisah perjalanan rama dimulai saat Rama,Sita(istri rama) dan lakshmana(saudara rama) diasingkan dalam belantara,oleh permohonan dewi Kekayi,yaitu salah satu dari 3 permaisuri prabu Dasarata yg merupakan ayah Rama dan laksmana sendiri,atas alasan tertentu mereka di usir dari istana.

didalam pengasingannya,rama,lakshmana dan sita,sering membantu para petapa dihutan yang sering diganggu Rakshasa yaitu ras manusia besar yang telah punah saat ini.
karena Rakshasa sering digagalkan usahanya dalam mengganggu pertapa karena rama dan lakshmana, rakshasa pun mengadukan hal yang dialaminya kepada sang raja,yaitu Ravana atau rahwana si penguasa negeri Alengka(srilanka), raja Ravana mulai gusar dan mulai susun rencana kepada pengganggunya,
mulailah rakshasa diperintahkan kembali kedalam hutan untuk menculik sita istri rama,sebagai rencana yang dimaksudkan tadi.
dalam usahanya,sang rakshasa berhasil membawa sita ke kerajaan alengka kepada Raja Ravana.
dari situlah dimulainya perang besar yang diceritakan dalam epos ramayana.

kepanikan rama dan lakshmana ketika istri tercinta rama diculik,membuat rama mencari bantuan untuk menyelamatkan sita, akhirnya sang raja rama bersama lakshmana meminta sugriwa( manusia kera yang telah punah) beserta pasukannya untuk pergi ke negeri alengka di pulau sampingnya,demi membebaskan dewi sita.
antara raja rama dan raja sugriwa memiliki hubungan yang baik,karena rama pun juga pernah bantu sugriwa merebut tahta kerajaan dari subali yang semena mena,yang tidak lain adalah kakak sugriwa sendiri.
meskipun sugriwa dan rama berbeda ras,tapi mereka mampu bersatu dalam perbedaan itu sendiri,mereka mengerti bahwa kita semua adalah saudara yang berasal dari adam sebagai nenek moyang mereka.

selain bantuan sugriwa dan pasukannya,rama pun memerintah hanuman( ras manusia kera berbulu putih yang telah punah) untuk pergi ke alengka untuk berunding dengan raja ravana, namun ketidak bijakan si raksasa ravana dalam mengambil keputusan,membuat wibisana yang merupakan patih ravana,diusir oleh ravana karena terlalu banyak memberikan nasihat,kerajaan alengka pun mulai memanas situasinya.

sementara itu dalam usaha pelancaran serangan ke negeri alengka,rama dan sugriwa memerintahkan pasukan kera sugriwa untuk membangun jembatan antar pulau,dari ayodya,india menuju alengka demi mempermudah dalam penyerangan,dan karena antara ayodya(kerajaanrama) dan alengka(kerajaan ravana) terputus oleh lautan,makanya rama memerintah untuk membangun jembatan,jembatan itu dinamakan jembatan Situbanda.
entah bagaimana cara pasukan sugriwa membuat jembatan itu,yang pasti butuh waktu,butuh perhitungan matang dan juga teknologi tinggi karena melewati lautan yang luas.

dan hanuman yang sebagai duta rama dalam bernegosiasi dengan raja ravana malah menjadi memanas saja.
hanumanpun ditangkap dan dipenjarakan,tapi kelihaian sang hanuman membuatnya mampu meloloskan diri dari ravana.
negosiasi yang gagal itu,akirnya membuat hanuman tak berbasa basi lagi dalam bertindak. tindakan penyelamatan sita oleh hanuman pun berlangsung dahsyat,apalagi ditambah rama,lakshmana,serta sugriwa dan pasukan kera nya datang ke alengka.
pertempuran besar pun tak dapat terhindarkan, pasukan kera dan pasukan raksasa saling berbunuh bunuhan,sedang hanuman dengan kehebatannya mampu mengguncangkan bumi alengka dengan membakar alengka..berkobar kobarlah api di pulau srilanka kuno itu,hancurlah kerajaan ravana beserta pasukan ,sedang ravana sendiri tewas di tangan rama.

dewi sita berhasil diselamatkan dalam peperangan dahsyat itu,perang yang melulu lantahkan kerajaan alengka,dan membakar seluruh wilayahnya,menjadikan ras manusia raksasa punah.

kisah ramayana yang sering dianggap dongeng belaka itu,ternyata meninggalkan warisan untuk pengetahuan sejarah di masa depan,ketika charles darwin berhasil mengobrak abrik tata sejarah dan membuat sesat manusia beragama karena teori evolusinya..akhirnya para evolusionis itu sendiri yang sekarang kena dosanya sendiri.
charles darwin yang menyatakan bahwa peradaban adalah dimulai dari nol sudah tak dapat terhindarkan kesalahannya,apalagi dia bilang bahwa manusia pertama adalah dimulai dari kera dengan tata cara primitif yang lambat laun berevolusi hingga jadi seperti kita di saat ini mulai dari bentuk fisik dan kecerdasannya.

lalu apa yang bisa dipertahankan dari evolusi peradaban darwin,ketika mereka menyaksikan foto di bawah ini:

Adams bridge aerial 1
inilah salah satu warisan dari era ramayana itu,Jembatan SITUBANDA, atau yang sekarang lebih dikenal dengan Rama Bridge atau Adam Bridge.yang menghubungkan india dengan srilanka yang melewati lautan. lalu,mau beralasan apalagi para evolusionis ketika menyaksikan jembatan ini,selain menyaksikan runtuhnya teory evolusi dan peradaban itu sendiri.
kini rama bridge telah terendam air laut pasca zaman es mencair,dan bencana global air bah era nabi nuh.
dengan hal tersebut,saatnya memulai memperbaiki sejarah agar kita dapat menemukan jati diri kita sebagai manusia. dan aku yakin para evolusionis pemegang teory darwin terdiam beribu bahasa,ketika para peneliti rama bridge/jembatan situbanda sepakat bahwa hasil riset menunjukkan bahwa jembatan itu benar benar dibuat oleh tangan manusia,bukan dari hasil proses alam,lebih mencengangkan lagi,bahwa jembatan itu berumur kurang lebih 1 juta tahun,kata para peneliti.semoga artikel sederhana saya ini dapat menjadi bahan pertimbangan buat anda,dalam menilai,dan memikirkan soal sejarah dan misteri misteri didalamnya
(artikel oleh: hendri mustofa/www.atlantis7.jw.lt)

Karya Lagu Kita Judul: Astrofilia


Judul: Astrofilia
Vokal: Esa Edwin
Songwriter: Hendri Mustofa 

Gambar Imajinasi & Ilustrasi Romantis Hendri Mustofa

 

ilustrasi Ratu Tribhuwana Tungga Dewi  Hendri Mustofa



ilustrasi imajinasi Morphina karya Hendri Mustofa





Ilustrasi imajinasi Apollo bermain Lyra bersama para Fairy & disaksikan Dewa Zeus serta Dewa Poseidon

Kumpulan Puisi & Karya Sastra Hendri Mustofa


 Sastra Kalbu


Tatkala hening sendiri terangkailah aksara demi aksara. Mustahil hamba berdaya tulis tanpa Kedigdayaan Pangeran Semesta. Dengan Welas AsihNya, mohon petunjuk pula restu. Menghadirkan sastra kalbu melalui lemahnya jemariku. Menimba air ilmu dari jernihnya sumur nurani. Sudah terlalu dahaga oleh karena panas api duniawi. Aliri kerongkonganku dengan meneguknya secawan. Sehingga roda roda akal bisa kembali berjalan. Memikirkan apa yang sebelumnya tan kuasa terfikirkan. Mustahil hamba berdaya nalar tanpa KeMaha Sempurnaan Tuan. Runcingkanlah otak juga dalamkanlah hati. Sebagai bekal merenung, bertualang dan mencari. Untuk lalu menghadap guru yang duduk diruang pustaka. Memegang kitab tanpa bertulis namun dapat dibaca. Mengajarkan syair syair namun tanpa bersuara. Diiringi nyanyian bidadara dan bidadari dari swargaloka. Disana terpancarlah sumber cahaya pengetahuan dari Pustakawan
Dewata.


Bintang Pari dan Bintang Jakatawa
Kelabu mega meluas kesegala arah. Menutup wajah angkasa nan kian memerah. Bisik resah sang bayu pada cemara. Nafasnya dingin namun rintihannya luka. Maka malam tiba sebentar lagi. Selanjutnya binatang beranjak bersembunyi. Dewi Pratiwi gemetar takut kepada Tuan.. Mungkin anak anaknya telah berperilaku diluar batasan. Sambil memejam mereka keras tertawa. Tak tahu apa yang sedang menunggu didepannya. Ada bintang Pari tentu ada bintang Jakatawa. Semoga kesusahan berganti perasaan bahagia.

Puisi Seorang Astrofilia
Beringin tua didalam sangkar kaca. Diatasnya pintu tengah gerbang semesta. Aditya berlayar kelilingi angkasa. Dan candra menyelam pada manzilahnya. Bagai kinara dan kinari memainkan rindu. Berkejaran mengitari pohon kalpataru. Kejora dipelukan fajar dan senja meniduri panjerina. Siria nan cemerlang memimpin pasukan bintang. Tsurayya pagi mengabari duka segera menghilang. Dan waktu yang memisah dengan sekat sekat. Serta kamar tirai dimensi yang berlipat lipat.. Paku gunung gunung tertancap mengukuhkan alam ini. Rajanya mahameru dan berdirinya begitu tinggi. Sumber air memancar sebagaimana tirta amarta diujung dunia. Demikianlah cara sanubari kisahkan setitik pengetahuan Jagad Raya.

Pria Jalang
Dia berteduh pada rimbun mendung. Pecundang itu beku ditengah ia termenung. Di Kaki Langit yang gemar menghentak menginjaknya.
Yakni kaki berkuku tajam yang sering merobeknya. Dia bertahan berdiri hingga hari ini. Bedebah itu beradu tinju dengan fikirannya sendiri. Di Lantai Bumi nan keras dimana jasad kan terbaring. Yaitu lantai tempat ia pernah pecah dibanting. Dia masih berjalan dihampar luasnya karpet dunia. Yang licin ditumbuhi lumut & basah oleh air mata.
Pria jalang itu tertunduk membuka telapak tangannya. & Seluruh orang berarti telah sirna dari genggamannya.


Lorong Labirin
Tersesat digelapnya lorong Labirin kepala hamba. Tanpa penuntun arah ataupun sesobek peta. Hanya pegangan Lentera kehilangan apinya. Tanpa Mancis pula mengering minyaknya. Kami masih menapak dijalan bertabur serpihan kaca. Tanpa sepatu sambil memimpikan pintu keluarnya. Hidup seperti Sebotol Arak tersuguh di atas meja. Yang seingatku tak pernah kuminta.

Perjalanan Pena
Tapak-tapak perjalanan membekaskan sisa baris aksara. Jejak-jejaknya hanya mampu difahami dengan mengeja. Langkah perlangkah terangkai membentuk rantai cerita. Tentang kompleksnya kisah hidup dipermukaan kertas bersamudera tinta. Bila mencariku, ketuklah pintu buku untuk kemudian membacanya. Diujung sabana masih ku bertumpu pada sebatang pena. Bertarung sendiri bergulat dengan kekacauan yang sepi. Berjalan sendiri membawa bekal kehampaan hati.

Disentra Malam
Di sentra malam..
Kirana ber-Tiara lingkar Pelangi. Sinarnya dingin namun nafasnya sepi. Bergaun bulu Kristal awan Sirrus. Dikawal sang Jupiter pula Saturnus.
Di sentra malam..
Kirana bermata memancar mencerahi. Tubuhnya bercahaya tapi wajahnya sunyi. Berjalan di karpet biru bertabur permata bintang. Sebelum Kerajaan Langitnya sirna pasca pagi menjelang.


Kereta Waktu
Kereta waktu melaju ke penghujung perjalanan. Berulang melewati siang malam dengan berbagai kejadian.
Banyak sudah kesaksian mu tentang hidup dari bermacam Ketentuan. Mengenai kelahiran, pertumbuhan, atau pun juga kematian.
Wahai Sang Cahaya diluar pembatas dinding ini..
Sepertinya Sinar Mu sulit hangatkan kulit ku lagi. Tolong ambil aku keluar sebentar untuk bernafas. Sesaknya kegelapan sering memukul jantungku terlalu keras.
Angin angin lembut.. jiwa raga sesungguhnya merindukan sentuhanmu.
Namun karat karat ini terbiar menebal menyelimuti tubuhku.
Didalam ruang pengap dimana hanya pertikaian yang terjadi. Permusuhan panjang antara hati & fikiranku sendiri. Sehingga angkut lah aku yang tak bisa berlama lama menanti. Betapa aku berharap secepatnya terbenam bersama Matahari.


Hidup Hamba
Kirana tak utuh dan tinggal separuh. Mengambang di samudera langit hingga larut subuh. Namun di lain waktu, kembalilah dia purnama. Bersinar dan sempurna, tak seperti hidup hamba. Pohon pohon tua masih tegak berdiri. Dihantam badai lalu terbakar terik matahari. Tapi tunasnya akan tumbuh pula lahirlah benihnya. Teguh dan beruntung, tak seperti hidup hamba. Apa yang kau ingin, apa yang kau cari dan apa yang kau temukan? Jawablah hai Dunia, meski alasan pembelaan lah yang kau lontarkan. Juga tentang seluruh yang terampas. juga tentang seluruh yang tertindas. Tentang segala yang kau rebut. Dan tentang segala yang kau renggut. Kemudian akan ku maafkan diriku dan semua manusia. Walau tiap perbuatan dan kejadian tak pernah mungkin kita lupa.

Syair Bintang
Dimana Bimasakti sedang tepat diatas kita. Layaknya jembatan panjang dari selatan ke utara. Layar subuh dengan rintik bintang jatuh. Udaranya damai dibawah langit nan teduh. Daun daun hitam dalam kebasahan. Sebelum pedang horizon digoreskan. Masih berkerling mata dari Betelgeuse. Juga sinar kemerahan Antares di Rasi Scorpius. Sampaikan kekaguman ini dalam khidmat pagi tenang. Dari tulisan yang terangkai sebagai Syair Bintang.

Dusta dan Adu Domba
Atau menghayati kokohnya perbukitan tenang. Yang menghadap cakrawala bergaris terang. Dikakinya uap sungai jernih mengaliri pagi. Mampukah kedamaian bertahan beberapa jam lagi? Diluar sana asap telah mengepul pekat. Halangi jalanan bercabang untuk mereka lewat. Sebagian tertuntun beruntung & sebagian lagi tersesat. Sebagian terlalu bersemangat & sebagian lagi sekarat. Kernyit dahi wajah bumi memandang manusia. Mata airnya mengecil menjadi air mata. Sekelompok kutu dikulitmu mulai tunaikan agendanya. Perangi satu golongan melalui dusta adu domba. Jangan korbankan persatuan dalam kesatuan bangsa. Walau pecahan kaca berserakan akibat kebenaran terbagi dua.

Syair Pagi
Kabut lembah yang Digembala itupun merangkak. Tubuhnya dilumuri cahaya emas Sang matahari perak. Masih mengembun kaca jendela oleh dinginnya hari. Lalu harapan hangat menjelma sebagai syair pagi. Sekelompok bangau putih bertapa dipucuk pohon. Capung dibalik daun mungkin sedang memohon. Beringin juga mahoni dihampiri berbagai burung bernyanyi. Suara tentram terlantun menjadi syair pagi. Disekeliling beraneka rupa kelopak bunga. Turut menyumbang warna manjai fikiran manusia. Tujukan mata dari sudut terbaik dalam menilai. Tiap kepolosan akan ciptakan sebait syair pagi.

Penjara Penghakiman
Dalam mengamati kokoh serta tenangnya dunia.. Disana ada getar tanpa kesanggupanmu merasa. Ada roda dengan tetap lakukan perputarannya. & ada suara tangis walau disampingnya terdengar gelak tawa. Dalam garis ketentuan surya & bulan dilintas peredaran.. Mereka tak menunggu namun saling terus berkejaran. Dibawahnya kejadian manusia saling memakan atau dimakan. Mempermalukan atau dipermalukan dengan tak bernuraninya tujuan. Dalam sisa masa hidup sebelum satu per satu terlepas.. Selalu ada pergantian antara yang diatas & yang tergilas. Keserakahan sekalian kecurangan bersifat merampas lalu Dirampas. Bertahanlah untuk berdiri atau tumbang untuk tertindas. Dalam GenggamanMu, Segenap jiwa, doa & dosa dosa ini..Tak pernah ada yang kumiliki selain ruang kamar hitam berjeruji. Sebagai penjara penghakiman sekaligus pengurung diri sendiri. Semoga kebebasan & keadilan terbukti didunia ataupun diakhirat nanti.

Orkestra Serangga
Diluar sana pertunjukan orkestra serangga. Tanpa lampu penerang & sorak pendengarnya. Suara berisiknya merupakan alunan sunyi. Sedangkan sunyinya adalah kegaduhan hati. Beri semenit kopi mengalir kedalam kepala. Perbolehkan juga asap rokok menari dipentas ke-sirna-annya. Semua bergilir naik & turun diluasnya panggung kehidupan. Menonton atau ditonton..tertawa atau ditertawakan. Serta tampil cemerlangkah bintang orion & salib selatan malam ini? Aku sudah didekat pintu namun sedang kehilangan kunci. Pastinya nanti akan terlambat lagi untuk melihat. Selalu jarang sempat karena laju kereta waktu terlalu cepat.

Dibawah Payung LangitNya
Tersandar dibawah payung langitNya. Sang aditya beristirahat dari lintas peredarannya. Apakah takdir seperti lurusnya garis cakrawala? Atau tajam seperti pedang yang menyayat dagingnya. Mata menutuplah untuk sesaat lupakan dunia. Tapi netra lainnya terbuka diantara bias bias pancamaya. Hari sudah gelap lagi tanpa sempat menjahit hati? Atau letakkan diruang terkunci hingga denyutannya benar mati. Malam, benarkah kau mampu menjadi bantal rasa lelah? Menenggelamkan jauh dari fikiran menyerah. Tapi hanya mimpi buruk yang terlihat ketika terlelap. Tanpa tuntunan lampu dendera dalam gelap. Pangeran semesta.. hamba tak berkemampuan menuntup kelemahanku. Bagaimana cara menjawab satu tanya dari seribu persoalanku..

Interval Gelombang Semesta
Kedipan sinar dari lirikan mata para bintang. Inilah sepenuhnya kesempatan kalian untuk berkilau cemerlang. Dan tolonglah seorang hamba yang pucat hadapi lautan keheningannya. Yang sering hanyut dalam denyut ombak samudera semesta. Andai keyakinan terletak tergantung disebuah bintang Tsurayya.. Mungkin mampu digapai oleh orang orang kuat Bangsa Persia. Maafkan rasa penasaran anak manusia karena dorongan pertanyaannya. Namun gugup ketika lihat pengetahuan terbuka menjawabnya. Lama tak memandangimu lagi, sang Sirius biru. Atau mengamati Panjer Rina dan mencari posisi sang Subaru. Memang rindu, tapi aku cuma antena yang ingin mengharap PancaranNya. Yang masih ditemani sepi dan nada interval gelombang semesta.

Kabar Hujan
Bunga bunga kurkuma menetas dari kandung bumi. Matahari menggeser keselatan menyampaikan pagi. Sedang cairan kopi terus mengalir ke dalam kepala. Mendung keabuan menandai musim pergantian tiba. Laju laju angin tersendat berbolak balik arahnya. Bayangan tengah hari tepat ditengah sumur menyurut airnya. Asap asap rokok membubung bersatu kedalam barisan awan. Hawa memberi kabar akan datangnya rintik hujan. Tonggeret akan bersiap diatas panggungnya bernyanyi. Petir mengagetkan pasukan rayap serta ratu gemi. Nanti di museum langit akan dipamerkan lukisan lukisan pelangi. Semoga peralihan musim ini senantiasa terberkahi Sang Illahi.

Semesta Bisu
Bahwa kita sedang duduk dibawah bulan. Yang bisu & tak cukup terangi kegelapan. Lalu menuduh dia tak melindungi & tak manfaat untukmu. Hanya karena tujuan PenciptaanNya diluar pemahamanmu. Bahwa terkadang kita berbaring disebuah kamar yang sepi. Yang bisu dengan merenungi banyak hal sendiri. Namun kita acuh kepada para penjaga serta hati yang bersuara. Hanya karena mereka di luar pengetahuan & pendengaran kita. Bahwa seekor lalat hanyalah binatang kecil tanpa fikiran. Yang bisu & tak tahu menahu persoalan kehidupan. Lalu bagaimana cara dia bersyukur menSucikan Nama TuhanNya? Kita telah sombong hanya karena logika kita tak mampu menerima. Bahwa di ruang dunia inilah kita serasa kuat juga tumbuh tinggi. Tapi semesta tetap bisu meski dikencingi & diludahi. Tapi dia terima walau disini kita bisa habis kapan saja. Itu hanya bentuk ikhlas makhluk diluar ilmu kerelaan kita

Sebentar Lagi Tengah Malam
Sebentar lagi tengah malam temukan kita. Manusia hanya berharap mampu lampaui itu dengan baik baik saja. Walau sampai detik ini masih sulit kenali diri sendiri.. Tapi jangan rugikan siapapun dengan cara cara menyakiti. Masa depan telah Dibuat sebelum seseorang melaluinya. Setiap hari menjadi setiap pintu yang terus kita buka. Seluas serta sejauh apa batas ruangku untuk berjalan? Tidaklah mudah merenungi segala hal Yang Dia Rencanakan. Kenyataannya tangan manusia tak pernah bisa mencipta atau rubah sesuatu. Semua sudah Ditentukan, bukan karena kekuatan dan kehendakku. Tapi jangan pernah berfikir untuk berhenti dalam berupaya. Apapun hasilnya nanti, entah walau tak hasilkan apa apa. Dan aku hanyalah sebuah mesin Tuhan yang Disisipi segenap ProgramNya. Sehingga ku harus cepat lupakan mimpi lalu berjuang mendengarkanNya. Dengan rela ataupun terpaksa, dengan ringan atau keberatan. Sebelum aku berpisah dengan jasad ini diwaktu kemudian.

Cahaya Pecah
Cahaya pecah menabrak dinding kasar. Potongannya merangsek menerobos lubang kamar. Di pagi yang masih terlalu dingin.. Diselingi desis sepi siulan angin. Hati mudah dilukai namun gampang pula memaafkan. Sayangnya ingatan rasa sakit tak kunjung bisa dilupakan. Jika bintang jatuh dimalam nanti maka hantamlah tubuhku. Bakarlah habis tanpa sisa bersama kutukanku. Disinilah bersemayam iblis yang sedang kalian cari. jangan menangguhkannya berjalan hingga esok hari. Aku terlalu asing dikerumuni seluruh manusia tak berdosa. Dan aku tak mampu tebus kebahagiaan yang terampas begitu lama.

Harmoni
Alam yang dinamis bernyanyi dalam satu harmoni. Sehingga nada nada baru selalu kutemui tiap hari. Tidak kurang dan tidak juga lebih volume yang tercipta. Serasi gemericik air dan lengking serangga tetap dibatas proporsinya. Fikiran ini ternyata begitu indah ketika terkendali. Ada seribu nikmat keajaiban didalamnya yang sering kuingkari. Kerap dikirimkan untukku bayang bayang amat menakjubkan. Walau tak jarang jemariku gagal melukiskan. Aku begitu ingin membagi kegembiraan ini dengan menunjukkannya ketiap manusia. Bahwa apapun dan sekecil apapun dapat dinikmati walau dengan sederhana.

Malam Keduapuluh Satu
Mendung berkumpul merapat dan mulai memberat. Bergemuruh percakapan diatas sana dengan cahaya berkilat. Pukul berapa air kan menitik atau menangguhkannya.. Pada malam keduapuluh satu di lima hari pasca purnama. Kami dilarang lupa dengan ucapan serta apa yang kami tuliskan. Semua perbuatan dengan rela atau terpaksa harus dipertanggung jawabkan. Orang orang telah melewati lebih dari separuh perjalanannya. Sudah pasti karena Kau dengan malaikatMu Menjaga tiap mereka. Ampuni kami jika suka terlalu bergembira dan kesampingkan hal lainnya. Terlalu bergembira hanya cenderung membuat lupa siapa kita. Lupa tentang segala apa apa yang Diwajibkan untuk kami. Bahkan lupa dimana arah jalan benar untuk kembali. Rasa ini sebetulnya mengerti kesenangan cuma mampir sesaat saja. Bila telah tersandung kaki ini dan terbentur kepalanya.. Barulah kami ingat lagi sehingga terlambat menyesalinya.

Lubang Waktu
Dan kabut basah berdiam dipekarangan malam hari. Kunang kunang berkelip kehijauan menjumpai sepi. Karena ini merupakan bulan yang begitu di rindukan. Penuh bimbingan dan pelajaran yang biasanya sulit ku dapatkan. Lebih banyak waktu untuk lebih jauh menyusuri jalan perenungan. Sampai aku hilang serta tak bimbang lagi dalam pertimbangan. Menghajar diri hingga benar yakin melepas sesuatu hal pergi. Lalu merangkul sesuatu hal lain yang lebih bisa dipercayai. Karena ini merupakan bulan yang begitu banyak hikmah. Biarkan kaki ini memulai kembali mengawali langkah. Didada sudah ada tekad membuang keinginan dan kesenanganku. Biarkan saja ambisi ambisi ini sirna terkubur dilubang waktu.

Kekosongan
Didalam syukur ini masihlah terdapat kekosongan. Yakni diruang kecil hati yang sesungguhnya aku pentingkan. Raga terantai disini tapi fikiran terbang jauh mencarimu. Menemui untuk mengajakmu pergi tanpa batas ruang waktu. Didalam senja merah namun hanya bisa ku mengintipnya. Kemampuan kecil yang berbanding terbalik dengan besarnya asa. Seringkali kutarik mimpi mimpi ini agar tetap terbelenggu tertahan. Karena kumerasa dunia terlalu pelit untuk memberikanku sedikit kesempatan.

Skenario Hidup
Menghayati dan menikmati rasa keterpurukan.
Kebanyakan rasa rela karena keadaan terus memaksakan.
Jika kita ingin sesuatu tapi tidak mendapatkannya,biarlah.
Jika kita tidak mengingini sesuatu tapi justru mendapatkannya,biarlah.
Menjauhkan diri atau menerima saja untuk dijauhi.
Semoga ada sisa waktu untuk pergi merenung dan menyepi.
Skenario skenario hidup sudah Dituliskan bukan?
Lalu untuk apa keberatan dari peranku yang sudah ditentukan?
Tetapi hidup masih terus berjalan belum mau berhenti.
Jangan meminta menyegerakan berakhir sebelum masanya pergi.


Resah
Lalu kusampaikan resah ini kepada surya pagi.
Dia yang lebih bersinar juga tentu lebih berarti.
Sesetengah hati berjanji mengurangi keinginan keinginan.
Sebab harapan kerap menjelma sebagai fantasi menyesakkan.
Belajar mengenali diri disamping belajar untuk tahu diri.
Tentang siapa aku yang berego besar demi obsesi dan ambisi.
Aku ceritakan pengap ini pada matahari yang masih memerah.
Siapa tahu didengar lalu dibawa kepada Yang Memerintah.
Sudah barang tentu jiwa ini terlalu kotor untuk meminta.
Disamping hal hal yang menyumpal dada dan kerongkongnya.
Kadang jika badan ini tertidur seperti enggan ingin dibangunkan lagi.
Jika ingat banyak dari hidupnya tiada makna pula tiada arti.
Ada kehampaan yang terlampau hening hingga terdengar ceruat kalbu.
Dan ada saat dimana selayaknya aku cukuplah dijadikan sebutir debu.


Konsekwensi
Termasuk perihal api yang menghangatkan. Selama kita duduk pada jarak yang cukup.
Halnya toleransi yang senantiasa menggembirakan.
Selama masih dibatas lingkup yang dicakup.
Tidak dikurangi tidak pula dilebihkan.
Kebebasan bukan berarti sama sekali tak terikat aturan.
Cinta memang posisinya masih tinggi dan mulia.
Tapi tak dibenarkan menyembah itu lebihi PenciptaNya.
Didalam hidup terdapat coba serta ganjarannya.
Perbuatan perbuatan ini tinggal tunggu konsekwensinya.
Mohon ampun dengan segenap perasaan sesal.
Berharap kami sudah bersih saat nanti pulang ke asal.


Perjalanan Sebentar
Bahwa luas dunia dan pengetahuannya tidak hanya selebar layar ponsel saja.
Tidak selebar layar tivi atau monitor komputer saja.
Keadaan hidup yang sebenarnya adalah jauh berbeda sama sekali.
Jika mau keluar dari pintu dan berbaur maka akan terasa sekali.
Bahwa ilmu hidup seringkali berseberangan dengan perancangan dan teori.
Berseberangan dengan pelajaran dikelas yang dipelajari.
Kita mungkin siswa terpandai se area halaman sekolahan.
Tapi belum tentu mengerti apa apa saat terjun menemui aslinya kehidupan.
Bahwa pengetahuan bukanlah selalu bersumber dari media ,internet,atau berdasar katanya.
Benarkah kita sedang mencari ilmu,,coba jelaskan maksudnya?
Kita dan banyak orang merasa bangga bisa mengingat informasi yang belum tentu jelas asalnya.
Berarti kita tidak mencari tapi hanya ikut ikutan percaya tentang ilmu yang diomongkannya.
Suatu saat manusia akan dihadapkan kehidupan nyata sesungguhnya.
Lalu tidak lagi berani menyalahkan atau menceramahi orang lainnya.
Suatu ketika tamparan cobaan hingga batas kemampuan akan membungkam mulut kita.
Disana banyak yang tumbang walaupun pasti ada yang melampauinya.
Saatnya mari mendekati orang orang yang teruji dengan menimbang nimbang sampai yakin dapat dipercaya.
Perjalanan ini hanya sebentar karena yang lama itu penyesalannya.


Tidak Mengapa
Bulan belum purnama yang sebentar lagi terbit.
Yang bias nya cukup lembut menyentuh mata.
Suatu ketika akan terobati beberapa rasa sakit.
Bilapun tak begitu juga tidaklah mengapa.
Hitungan menit beristirahatlah lampu pijar langit.
Awan akan merona merah wajah manisnya.
Tempo hari dimasa depan, buah manis akan mengganti rasa pahit.
Jikapun tak begitu juga tidaklah kenapa.


Curang
Harusnya saya harus segera bangkit dan berjalan.
Walaupun sendirian.
Walaupun terus dijatuhkan.
Harusnya saya tidak tunduk oleh kedigdayaan seseorang.
Meskipun beruntun diserang.
Meskipun tercium cara cara curang.
Harusnya saya lebih bisa terkendali.
Memahami sujud ini sepenuh hati.
Bahwasanya saya tidak benar benar sedang sendiri.


Tidak Layak
Bermimpi pun saya tidak layak.
Memohon pun saya tidak pantas.
Berbagi ke saya pun seperti masih banyak pertimbangan. Untuk keluar belajar dan mengenal pun sering dihalang halangi situasi.
Membela diripun saya jarang didukung.
Hal sepele pun bagi saya menjadi kepayahan.
Kegembiraan pun dijatah sedikit.
Menangis sampai bola mata jatuhpun tiada guna.
Jatuh cinta atau dicintai pun saya tidak berhak.
Surga tempatnya ketinggian untuk dipanjat.
Dibanting ke neraka pun saya harus pasrah saja.
Saya tidak mengapa dan harus terus berusaha untuk tidak mengapa.
Saya tidak boleh minta apa apa dan protes protes ke siapa.
Saya bukan siapa siapa dan dilarang menuntut soal haknya.
Saya tidak boleh mencoba mati sebelum datang sendiri ajalnya.


Ketidak Abadian
Burung tekukur diranting beringin mengawalinya. Frekwensi bunyi bunyi mulai tempati masing masing lingkarannya. Dari dalam tanah,giliran jamur merangsek bangkit. Pagi menjadi permulaan dengan ditandai sang surya terbit. Embun mengendap membentuk kumpulan bulirnya. Kupu kupu masih diam belum membuka sayapnya. Disini berjenis jenis makhluk akan sibuk bergerak mengesampingkan ketidak abadian. Mencari kepuasan,kesempurnaan,kebahagiaan sebelum tumbang dijemput kematian.

Detak Keras
Terganggu detak keras yang tak kunjung pelan. Sulit terkontrol tanpa sanggup diredakan. Berkali lipat lebih cepat dari detik jarum jam. Menghantam hantam sepanjang siang dan malam. Jika aku mampu masuk kedalam diriku. Akan kutemukan lalu kucincang saja jantung itu. Ini seperti siksaan pembuka sebelum dilemparkan ke neraka. Ini seolah pembunuhan perlahan tanpa dimengerti maksud tujuannya. Terganggu ketidak nyamanan dalam gerak ataupun diam. Menemani sejak kecil mungkin hingga mata sinarnya padam. Terlalu sering ditunjukkan sesuatu tanpa pernah bisa ku terjemah. Dijebak disetiap langkah dan tersesat disegala arah. Kemudian menyungkurkan jasadku diposisi terbelakang. Seperti makhluk terlihat namun seakan akan merasa hilang.

Lukisan imajinasi Hendri Mustofa : "PEMBEBASAN IBU PERTIWI"

Cat Minyak Di Atas Kanvas 135x110 cm