Sabtu, 07 Agustus 2021

Kumpulan Puisi & Karya Sastra Hendri Mustofa


 Sastra Kalbu


Tatkala hening sendiri terangkailah aksara demi aksara. Mustahil hamba berdaya tulis tanpa Kedigdayaan Pangeran Semesta. Dengan Welas AsihNya, mohon petunjuk pula restu. Menghadirkan sastra kalbu melalui lemahnya jemariku. Menimba air ilmu dari jernihnya sumur nurani. Sudah terlalu dahaga oleh karena panas api duniawi. Aliri kerongkonganku dengan meneguknya secawan. Sehingga roda roda akal bisa kembali berjalan. Memikirkan apa yang sebelumnya tan kuasa terfikirkan. Mustahil hamba berdaya nalar tanpa KeMaha Sempurnaan Tuan. Runcingkanlah otak juga dalamkanlah hati. Sebagai bekal merenung, bertualang dan mencari. Untuk lalu menghadap guru yang duduk diruang pustaka. Memegang kitab tanpa bertulis namun dapat dibaca. Mengajarkan syair syair namun tanpa bersuara. Diiringi nyanyian bidadara dan bidadari dari swargaloka. Disana terpancarlah sumber cahaya pengetahuan dari Pustakawan
Dewata.


Bintang Pari dan Bintang Jakatawa
Kelabu mega meluas kesegala arah. Menutup wajah angkasa nan kian memerah. Bisik resah sang bayu pada cemara. Nafasnya dingin namun rintihannya luka. Maka malam tiba sebentar lagi. Selanjutnya binatang beranjak bersembunyi. Dewi Pratiwi gemetar takut kepada Tuan.. Mungkin anak anaknya telah berperilaku diluar batasan. Sambil memejam mereka keras tertawa. Tak tahu apa yang sedang menunggu didepannya. Ada bintang Pari tentu ada bintang Jakatawa. Semoga kesusahan berganti perasaan bahagia.

Puisi Seorang Astrofilia
Beringin tua didalam sangkar kaca. Diatasnya pintu tengah gerbang semesta. Aditya berlayar kelilingi angkasa. Dan candra menyelam pada manzilahnya. Bagai kinara dan kinari memainkan rindu. Berkejaran mengitari pohon kalpataru. Kejora dipelukan fajar dan senja meniduri panjerina. Siria nan cemerlang memimpin pasukan bintang. Tsurayya pagi mengabari duka segera menghilang. Dan waktu yang memisah dengan sekat sekat. Serta kamar tirai dimensi yang berlipat lipat.. Paku gunung gunung tertancap mengukuhkan alam ini. Rajanya mahameru dan berdirinya begitu tinggi. Sumber air memancar sebagaimana tirta amarta diujung dunia. Demikianlah cara sanubari kisahkan setitik pengetahuan Jagad Raya.

Pria Jalang
Dia berteduh pada rimbun mendung. Pecundang itu beku ditengah ia termenung. Di Kaki Langit yang gemar menghentak menginjaknya.
Yakni kaki berkuku tajam yang sering merobeknya. Dia bertahan berdiri hingga hari ini. Bedebah itu beradu tinju dengan fikirannya sendiri. Di Lantai Bumi nan keras dimana jasad kan terbaring. Yaitu lantai tempat ia pernah pecah dibanting. Dia masih berjalan dihampar luasnya karpet dunia. Yang licin ditumbuhi lumut & basah oleh air mata.
Pria jalang itu tertunduk membuka telapak tangannya. & Seluruh orang berarti telah sirna dari genggamannya.


Lorong Labirin
Tersesat digelapnya lorong Labirin kepala hamba. Tanpa penuntun arah ataupun sesobek peta. Hanya pegangan Lentera kehilangan apinya. Tanpa Mancis pula mengering minyaknya. Kami masih menapak dijalan bertabur serpihan kaca. Tanpa sepatu sambil memimpikan pintu keluarnya. Hidup seperti Sebotol Arak tersuguh di atas meja. Yang seingatku tak pernah kuminta.

Perjalanan Pena
Tapak-tapak perjalanan membekaskan sisa baris aksara. Jejak-jejaknya hanya mampu difahami dengan mengeja. Langkah perlangkah terangkai membentuk rantai cerita. Tentang kompleksnya kisah hidup dipermukaan kertas bersamudera tinta. Bila mencariku, ketuklah pintu buku untuk kemudian membacanya. Diujung sabana masih ku bertumpu pada sebatang pena. Bertarung sendiri bergulat dengan kekacauan yang sepi. Berjalan sendiri membawa bekal kehampaan hati.

Disentra Malam
Di sentra malam..
Kirana ber-Tiara lingkar Pelangi. Sinarnya dingin namun nafasnya sepi. Bergaun bulu Kristal awan Sirrus. Dikawal sang Jupiter pula Saturnus.
Di sentra malam..
Kirana bermata memancar mencerahi. Tubuhnya bercahaya tapi wajahnya sunyi. Berjalan di karpet biru bertabur permata bintang. Sebelum Kerajaan Langitnya sirna pasca pagi menjelang.


Kereta Waktu
Kereta waktu melaju ke penghujung perjalanan. Berulang melewati siang malam dengan berbagai kejadian.
Banyak sudah kesaksian mu tentang hidup dari bermacam Ketentuan. Mengenai kelahiran, pertumbuhan, atau pun juga kematian.
Wahai Sang Cahaya diluar pembatas dinding ini..
Sepertinya Sinar Mu sulit hangatkan kulit ku lagi. Tolong ambil aku keluar sebentar untuk bernafas. Sesaknya kegelapan sering memukul jantungku terlalu keras.
Angin angin lembut.. jiwa raga sesungguhnya merindukan sentuhanmu.
Namun karat karat ini terbiar menebal menyelimuti tubuhku.
Didalam ruang pengap dimana hanya pertikaian yang terjadi. Permusuhan panjang antara hati & fikiranku sendiri. Sehingga angkut lah aku yang tak bisa berlama lama menanti. Betapa aku berharap secepatnya terbenam bersama Matahari.


Hidup Hamba
Kirana tak utuh dan tinggal separuh. Mengambang di samudera langit hingga larut subuh. Namun di lain waktu, kembalilah dia purnama. Bersinar dan sempurna, tak seperti hidup hamba. Pohon pohon tua masih tegak berdiri. Dihantam badai lalu terbakar terik matahari. Tapi tunasnya akan tumbuh pula lahirlah benihnya. Teguh dan beruntung, tak seperti hidup hamba. Apa yang kau ingin, apa yang kau cari dan apa yang kau temukan? Jawablah hai Dunia, meski alasan pembelaan lah yang kau lontarkan. Juga tentang seluruh yang terampas. juga tentang seluruh yang tertindas. Tentang segala yang kau rebut. Dan tentang segala yang kau renggut. Kemudian akan ku maafkan diriku dan semua manusia. Walau tiap perbuatan dan kejadian tak pernah mungkin kita lupa.

Syair Bintang
Dimana Bimasakti sedang tepat diatas kita. Layaknya jembatan panjang dari selatan ke utara. Layar subuh dengan rintik bintang jatuh. Udaranya damai dibawah langit nan teduh. Daun daun hitam dalam kebasahan. Sebelum pedang horizon digoreskan. Masih berkerling mata dari Betelgeuse. Juga sinar kemerahan Antares di Rasi Scorpius. Sampaikan kekaguman ini dalam khidmat pagi tenang. Dari tulisan yang terangkai sebagai Syair Bintang.

Dusta dan Adu Domba
Atau menghayati kokohnya perbukitan tenang. Yang menghadap cakrawala bergaris terang. Dikakinya uap sungai jernih mengaliri pagi. Mampukah kedamaian bertahan beberapa jam lagi? Diluar sana asap telah mengepul pekat. Halangi jalanan bercabang untuk mereka lewat. Sebagian tertuntun beruntung & sebagian lagi tersesat. Sebagian terlalu bersemangat & sebagian lagi sekarat. Kernyit dahi wajah bumi memandang manusia. Mata airnya mengecil menjadi air mata. Sekelompok kutu dikulitmu mulai tunaikan agendanya. Perangi satu golongan melalui dusta adu domba. Jangan korbankan persatuan dalam kesatuan bangsa. Walau pecahan kaca berserakan akibat kebenaran terbagi dua.

Syair Pagi
Kabut lembah yang Digembala itupun merangkak. Tubuhnya dilumuri cahaya emas Sang matahari perak. Masih mengembun kaca jendela oleh dinginnya hari. Lalu harapan hangat menjelma sebagai syair pagi. Sekelompok bangau putih bertapa dipucuk pohon. Capung dibalik daun mungkin sedang memohon. Beringin juga mahoni dihampiri berbagai burung bernyanyi. Suara tentram terlantun menjadi syair pagi. Disekeliling beraneka rupa kelopak bunga. Turut menyumbang warna manjai fikiran manusia. Tujukan mata dari sudut terbaik dalam menilai. Tiap kepolosan akan ciptakan sebait syair pagi.

Penjara Penghakiman
Dalam mengamati kokoh serta tenangnya dunia.. Disana ada getar tanpa kesanggupanmu merasa. Ada roda dengan tetap lakukan perputarannya. & ada suara tangis walau disampingnya terdengar gelak tawa. Dalam garis ketentuan surya & bulan dilintas peredaran.. Mereka tak menunggu namun saling terus berkejaran. Dibawahnya kejadian manusia saling memakan atau dimakan. Mempermalukan atau dipermalukan dengan tak bernuraninya tujuan. Dalam sisa masa hidup sebelum satu per satu terlepas.. Selalu ada pergantian antara yang diatas & yang tergilas. Keserakahan sekalian kecurangan bersifat merampas lalu Dirampas. Bertahanlah untuk berdiri atau tumbang untuk tertindas. Dalam GenggamanMu, Segenap jiwa, doa & dosa dosa ini..Tak pernah ada yang kumiliki selain ruang kamar hitam berjeruji. Sebagai penjara penghakiman sekaligus pengurung diri sendiri. Semoga kebebasan & keadilan terbukti didunia ataupun diakhirat nanti.

Orkestra Serangga
Diluar sana pertunjukan orkestra serangga. Tanpa lampu penerang & sorak pendengarnya. Suara berisiknya merupakan alunan sunyi. Sedangkan sunyinya adalah kegaduhan hati. Beri semenit kopi mengalir kedalam kepala. Perbolehkan juga asap rokok menari dipentas ke-sirna-annya. Semua bergilir naik & turun diluasnya panggung kehidupan. Menonton atau ditonton..tertawa atau ditertawakan. Serta tampil cemerlangkah bintang orion & salib selatan malam ini? Aku sudah didekat pintu namun sedang kehilangan kunci. Pastinya nanti akan terlambat lagi untuk melihat. Selalu jarang sempat karena laju kereta waktu terlalu cepat.

Dibawah Payung LangitNya
Tersandar dibawah payung langitNya. Sang aditya beristirahat dari lintas peredarannya. Apakah takdir seperti lurusnya garis cakrawala? Atau tajam seperti pedang yang menyayat dagingnya. Mata menutuplah untuk sesaat lupakan dunia. Tapi netra lainnya terbuka diantara bias bias pancamaya. Hari sudah gelap lagi tanpa sempat menjahit hati? Atau letakkan diruang terkunci hingga denyutannya benar mati. Malam, benarkah kau mampu menjadi bantal rasa lelah? Menenggelamkan jauh dari fikiran menyerah. Tapi hanya mimpi buruk yang terlihat ketika terlelap. Tanpa tuntunan lampu dendera dalam gelap. Pangeran semesta.. hamba tak berkemampuan menuntup kelemahanku. Bagaimana cara menjawab satu tanya dari seribu persoalanku..

Interval Gelombang Semesta
Kedipan sinar dari lirikan mata para bintang. Inilah sepenuhnya kesempatan kalian untuk berkilau cemerlang. Dan tolonglah seorang hamba yang pucat hadapi lautan keheningannya. Yang sering hanyut dalam denyut ombak samudera semesta. Andai keyakinan terletak tergantung disebuah bintang Tsurayya.. Mungkin mampu digapai oleh orang orang kuat Bangsa Persia. Maafkan rasa penasaran anak manusia karena dorongan pertanyaannya. Namun gugup ketika lihat pengetahuan terbuka menjawabnya. Lama tak memandangimu lagi, sang Sirius biru. Atau mengamati Panjer Rina dan mencari posisi sang Subaru. Memang rindu, tapi aku cuma antena yang ingin mengharap PancaranNya. Yang masih ditemani sepi dan nada interval gelombang semesta.

Kabar Hujan
Bunga bunga kurkuma menetas dari kandung bumi. Matahari menggeser keselatan menyampaikan pagi. Sedang cairan kopi terus mengalir ke dalam kepala. Mendung keabuan menandai musim pergantian tiba. Laju laju angin tersendat berbolak balik arahnya. Bayangan tengah hari tepat ditengah sumur menyurut airnya. Asap asap rokok membubung bersatu kedalam barisan awan. Hawa memberi kabar akan datangnya rintik hujan. Tonggeret akan bersiap diatas panggungnya bernyanyi. Petir mengagetkan pasukan rayap serta ratu gemi. Nanti di museum langit akan dipamerkan lukisan lukisan pelangi. Semoga peralihan musim ini senantiasa terberkahi Sang Illahi.

Semesta Bisu
Bahwa kita sedang duduk dibawah bulan. Yang bisu & tak cukup terangi kegelapan. Lalu menuduh dia tak melindungi & tak manfaat untukmu. Hanya karena tujuan PenciptaanNya diluar pemahamanmu. Bahwa terkadang kita berbaring disebuah kamar yang sepi. Yang bisu dengan merenungi banyak hal sendiri. Namun kita acuh kepada para penjaga serta hati yang bersuara. Hanya karena mereka di luar pengetahuan & pendengaran kita. Bahwa seekor lalat hanyalah binatang kecil tanpa fikiran. Yang bisu & tak tahu menahu persoalan kehidupan. Lalu bagaimana cara dia bersyukur menSucikan Nama TuhanNya? Kita telah sombong hanya karena logika kita tak mampu menerima. Bahwa di ruang dunia inilah kita serasa kuat juga tumbuh tinggi. Tapi semesta tetap bisu meski dikencingi & diludahi. Tapi dia terima walau disini kita bisa habis kapan saja. Itu hanya bentuk ikhlas makhluk diluar ilmu kerelaan kita

Sebentar Lagi Tengah Malam
Sebentar lagi tengah malam temukan kita. Manusia hanya berharap mampu lampaui itu dengan baik baik saja. Walau sampai detik ini masih sulit kenali diri sendiri.. Tapi jangan rugikan siapapun dengan cara cara menyakiti. Masa depan telah Dibuat sebelum seseorang melaluinya. Setiap hari menjadi setiap pintu yang terus kita buka. Seluas serta sejauh apa batas ruangku untuk berjalan? Tidaklah mudah merenungi segala hal Yang Dia Rencanakan. Kenyataannya tangan manusia tak pernah bisa mencipta atau rubah sesuatu. Semua sudah Ditentukan, bukan karena kekuatan dan kehendakku. Tapi jangan pernah berfikir untuk berhenti dalam berupaya. Apapun hasilnya nanti, entah walau tak hasilkan apa apa. Dan aku hanyalah sebuah mesin Tuhan yang Disisipi segenap ProgramNya. Sehingga ku harus cepat lupakan mimpi lalu berjuang mendengarkanNya. Dengan rela ataupun terpaksa, dengan ringan atau keberatan. Sebelum aku berpisah dengan jasad ini diwaktu kemudian.

Cahaya Pecah
Cahaya pecah menabrak dinding kasar. Potongannya merangsek menerobos lubang kamar. Di pagi yang masih terlalu dingin.. Diselingi desis sepi siulan angin. Hati mudah dilukai namun gampang pula memaafkan. Sayangnya ingatan rasa sakit tak kunjung bisa dilupakan. Jika bintang jatuh dimalam nanti maka hantamlah tubuhku. Bakarlah habis tanpa sisa bersama kutukanku. Disinilah bersemayam iblis yang sedang kalian cari. jangan menangguhkannya berjalan hingga esok hari. Aku terlalu asing dikerumuni seluruh manusia tak berdosa. Dan aku tak mampu tebus kebahagiaan yang terampas begitu lama.

Harmoni
Alam yang dinamis bernyanyi dalam satu harmoni. Sehingga nada nada baru selalu kutemui tiap hari. Tidak kurang dan tidak juga lebih volume yang tercipta. Serasi gemericik air dan lengking serangga tetap dibatas proporsinya. Fikiran ini ternyata begitu indah ketika terkendali. Ada seribu nikmat keajaiban didalamnya yang sering kuingkari. Kerap dikirimkan untukku bayang bayang amat menakjubkan. Walau tak jarang jemariku gagal melukiskan. Aku begitu ingin membagi kegembiraan ini dengan menunjukkannya ketiap manusia. Bahwa apapun dan sekecil apapun dapat dinikmati walau dengan sederhana.

Malam Keduapuluh Satu
Mendung berkumpul merapat dan mulai memberat. Bergemuruh percakapan diatas sana dengan cahaya berkilat. Pukul berapa air kan menitik atau menangguhkannya.. Pada malam keduapuluh satu di lima hari pasca purnama. Kami dilarang lupa dengan ucapan serta apa yang kami tuliskan. Semua perbuatan dengan rela atau terpaksa harus dipertanggung jawabkan. Orang orang telah melewati lebih dari separuh perjalanannya. Sudah pasti karena Kau dengan malaikatMu Menjaga tiap mereka. Ampuni kami jika suka terlalu bergembira dan kesampingkan hal lainnya. Terlalu bergembira hanya cenderung membuat lupa siapa kita. Lupa tentang segala apa apa yang Diwajibkan untuk kami. Bahkan lupa dimana arah jalan benar untuk kembali. Rasa ini sebetulnya mengerti kesenangan cuma mampir sesaat saja. Bila telah tersandung kaki ini dan terbentur kepalanya.. Barulah kami ingat lagi sehingga terlambat menyesalinya.

Lubang Waktu
Dan kabut basah berdiam dipekarangan malam hari. Kunang kunang berkelip kehijauan menjumpai sepi. Karena ini merupakan bulan yang begitu di rindukan. Penuh bimbingan dan pelajaran yang biasanya sulit ku dapatkan. Lebih banyak waktu untuk lebih jauh menyusuri jalan perenungan. Sampai aku hilang serta tak bimbang lagi dalam pertimbangan. Menghajar diri hingga benar yakin melepas sesuatu hal pergi. Lalu merangkul sesuatu hal lain yang lebih bisa dipercayai. Karena ini merupakan bulan yang begitu banyak hikmah. Biarkan kaki ini memulai kembali mengawali langkah. Didada sudah ada tekad membuang keinginan dan kesenanganku. Biarkan saja ambisi ambisi ini sirna terkubur dilubang waktu.

Kekosongan
Didalam syukur ini masihlah terdapat kekosongan. Yakni diruang kecil hati yang sesungguhnya aku pentingkan. Raga terantai disini tapi fikiran terbang jauh mencarimu. Menemui untuk mengajakmu pergi tanpa batas ruang waktu. Didalam senja merah namun hanya bisa ku mengintipnya. Kemampuan kecil yang berbanding terbalik dengan besarnya asa. Seringkali kutarik mimpi mimpi ini agar tetap terbelenggu tertahan. Karena kumerasa dunia terlalu pelit untuk memberikanku sedikit kesempatan.

Skenario Hidup
Menghayati dan menikmati rasa keterpurukan.
Kebanyakan rasa rela karena keadaan terus memaksakan.
Jika kita ingin sesuatu tapi tidak mendapatkannya,biarlah.
Jika kita tidak mengingini sesuatu tapi justru mendapatkannya,biarlah.
Menjauhkan diri atau menerima saja untuk dijauhi.
Semoga ada sisa waktu untuk pergi merenung dan menyepi.
Skenario skenario hidup sudah Dituliskan bukan?
Lalu untuk apa keberatan dari peranku yang sudah ditentukan?
Tetapi hidup masih terus berjalan belum mau berhenti.
Jangan meminta menyegerakan berakhir sebelum masanya pergi.


Resah
Lalu kusampaikan resah ini kepada surya pagi.
Dia yang lebih bersinar juga tentu lebih berarti.
Sesetengah hati berjanji mengurangi keinginan keinginan.
Sebab harapan kerap menjelma sebagai fantasi menyesakkan.
Belajar mengenali diri disamping belajar untuk tahu diri.
Tentang siapa aku yang berego besar demi obsesi dan ambisi.
Aku ceritakan pengap ini pada matahari yang masih memerah.
Siapa tahu didengar lalu dibawa kepada Yang Memerintah.
Sudah barang tentu jiwa ini terlalu kotor untuk meminta.
Disamping hal hal yang menyumpal dada dan kerongkongnya.
Kadang jika badan ini tertidur seperti enggan ingin dibangunkan lagi.
Jika ingat banyak dari hidupnya tiada makna pula tiada arti.
Ada kehampaan yang terlampau hening hingga terdengar ceruat kalbu.
Dan ada saat dimana selayaknya aku cukuplah dijadikan sebutir debu.


Konsekwensi
Termasuk perihal api yang menghangatkan. Selama kita duduk pada jarak yang cukup.
Halnya toleransi yang senantiasa menggembirakan.
Selama masih dibatas lingkup yang dicakup.
Tidak dikurangi tidak pula dilebihkan.
Kebebasan bukan berarti sama sekali tak terikat aturan.
Cinta memang posisinya masih tinggi dan mulia.
Tapi tak dibenarkan menyembah itu lebihi PenciptaNya.
Didalam hidup terdapat coba serta ganjarannya.
Perbuatan perbuatan ini tinggal tunggu konsekwensinya.
Mohon ampun dengan segenap perasaan sesal.
Berharap kami sudah bersih saat nanti pulang ke asal.


Perjalanan Sebentar
Bahwa luas dunia dan pengetahuannya tidak hanya selebar layar ponsel saja.
Tidak selebar layar tivi atau monitor komputer saja.
Keadaan hidup yang sebenarnya adalah jauh berbeda sama sekali.
Jika mau keluar dari pintu dan berbaur maka akan terasa sekali.
Bahwa ilmu hidup seringkali berseberangan dengan perancangan dan teori.
Berseberangan dengan pelajaran dikelas yang dipelajari.
Kita mungkin siswa terpandai se area halaman sekolahan.
Tapi belum tentu mengerti apa apa saat terjun menemui aslinya kehidupan.
Bahwa pengetahuan bukanlah selalu bersumber dari media ,internet,atau berdasar katanya.
Benarkah kita sedang mencari ilmu,,coba jelaskan maksudnya?
Kita dan banyak orang merasa bangga bisa mengingat informasi yang belum tentu jelas asalnya.
Berarti kita tidak mencari tapi hanya ikut ikutan percaya tentang ilmu yang diomongkannya.
Suatu saat manusia akan dihadapkan kehidupan nyata sesungguhnya.
Lalu tidak lagi berani menyalahkan atau menceramahi orang lainnya.
Suatu ketika tamparan cobaan hingga batas kemampuan akan membungkam mulut kita.
Disana banyak yang tumbang walaupun pasti ada yang melampauinya.
Saatnya mari mendekati orang orang yang teruji dengan menimbang nimbang sampai yakin dapat dipercaya.
Perjalanan ini hanya sebentar karena yang lama itu penyesalannya.


Tidak Mengapa
Bulan belum purnama yang sebentar lagi terbit.
Yang bias nya cukup lembut menyentuh mata.
Suatu ketika akan terobati beberapa rasa sakit.
Bilapun tak begitu juga tidaklah mengapa.
Hitungan menit beristirahatlah lampu pijar langit.
Awan akan merona merah wajah manisnya.
Tempo hari dimasa depan, buah manis akan mengganti rasa pahit.
Jikapun tak begitu juga tidaklah kenapa.


Curang
Harusnya saya harus segera bangkit dan berjalan.
Walaupun sendirian.
Walaupun terus dijatuhkan.
Harusnya saya tidak tunduk oleh kedigdayaan seseorang.
Meskipun beruntun diserang.
Meskipun tercium cara cara curang.
Harusnya saya lebih bisa terkendali.
Memahami sujud ini sepenuh hati.
Bahwasanya saya tidak benar benar sedang sendiri.


Tidak Layak
Bermimpi pun saya tidak layak.
Memohon pun saya tidak pantas.
Berbagi ke saya pun seperti masih banyak pertimbangan. Untuk keluar belajar dan mengenal pun sering dihalang halangi situasi.
Membela diripun saya jarang didukung.
Hal sepele pun bagi saya menjadi kepayahan.
Kegembiraan pun dijatah sedikit.
Menangis sampai bola mata jatuhpun tiada guna.
Jatuh cinta atau dicintai pun saya tidak berhak.
Surga tempatnya ketinggian untuk dipanjat.
Dibanting ke neraka pun saya harus pasrah saja.
Saya tidak mengapa dan harus terus berusaha untuk tidak mengapa.
Saya tidak boleh minta apa apa dan protes protes ke siapa.
Saya bukan siapa siapa dan dilarang menuntut soal haknya.
Saya tidak boleh mencoba mati sebelum datang sendiri ajalnya.


Ketidak Abadian
Burung tekukur diranting beringin mengawalinya. Frekwensi bunyi bunyi mulai tempati masing masing lingkarannya. Dari dalam tanah,giliran jamur merangsek bangkit. Pagi menjadi permulaan dengan ditandai sang surya terbit. Embun mengendap membentuk kumpulan bulirnya. Kupu kupu masih diam belum membuka sayapnya. Disini berjenis jenis makhluk akan sibuk bergerak mengesampingkan ketidak abadian. Mencari kepuasan,kesempurnaan,kebahagiaan sebelum tumbang dijemput kematian.

Detak Keras
Terganggu detak keras yang tak kunjung pelan. Sulit terkontrol tanpa sanggup diredakan. Berkali lipat lebih cepat dari detik jarum jam. Menghantam hantam sepanjang siang dan malam. Jika aku mampu masuk kedalam diriku. Akan kutemukan lalu kucincang saja jantung itu. Ini seperti siksaan pembuka sebelum dilemparkan ke neraka. Ini seolah pembunuhan perlahan tanpa dimengerti maksud tujuannya. Terganggu ketidak nyamanan dalam gerak ataupun diam. Menemani sejak kecil mungkin hingga mata sinarnya padam. Terlalu sering ditunjukkan sesuatu tanpa pernah bisa ku terjemah. Dijebak disetiap langkah dan tersesat disegala arah. Kemudian menyungkurkan jasadku diposisi terbelakang. Seperti makhluk terlihat namun seakan akan merasa hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lukisan imajinasi Hendri Mustofa : "PEMBEBASAN IBU PERTIWI"

Cat Minyak Di Atas Kanvas 135x110 cm